JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Direktur eksekutif Center for Budget Analysis, Uchok Sky Khadafi mengatakan, kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan skandal perbankan terbesar di Indonesia. Sebab, kasus ini telah merugikan negara hingga total 138 triliyun.
"Jadi penyimpangan tersebut ditemukan pada saat penyaluran dari BI kepada bank -bank bermasalah. Sedangkan dalam penggunaan dana BLBI oleh bank-bank penerima BLBI ditemukan penyimpangan sebesar Rp 84 triliyun," ungkap Uchok dalam diskusi bertema 'Menelisik Skandal BLBI, KPK Jangan Tebang Pilih' di Jakarta, Kamis (04/05/2017).
Sementara itu, pengamat hukum Alfons Loemau menegaskan, sebenarnya sudah ada aturan untuk menindaklanjuti kasus tersebut melalui TAP MPR No X/MPR/ 2001/ agar Presiden dapat bertindak tegas terhadap pelaku yang terbukti dalam kasus penyimpangan BLBI.
"TAP MPR tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh rapat kabinet yang menghasilkan keputusan, bagi debitor yang telah melaksanakan kewajiban sesuai dengan UU Nomor 25 tahun 2000 diberikan Jaminan kepastian hukum," terang dia.
"Dan BPPN dalam mengeluarkan kebijakan memiliki payung hukum yang jelas, sepanjang kebijakan tersebut sejalan dengan peraturan tidak bisa dipermasalahkan," sambung dia.
Di sisi lain, pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun menilai, kembali mencuatnya kasus ini bisa dijadikan sebagai peluru untuk menjatuhkan salah satu pihak.
"Ini bisa dijadikan peluru empuk karena kemunculan kasus ini sangat dekat dengan penyelenggaran pilpers tahun 2019. Dan kita paham ini bisa dipakai bisa sebagai pembunahan karakter untuk para tokoh yang ingin maju atau bertarung dalam pilpers 2019," tandas dia.
Seperti diketahui, kasus BLBI ini sendiri bermula dari penyaluran bantuan terhadap bank-bank yang terimbas krisis ekonomi Rp 1444,5 triliyun untuk 48 bank swasta bermasalah. (icl)