JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Pengamat politik dari Monash Institute Muhammad Nasih mengatakan, sangat mungkin adanya pasal orderan dalam setiap pembuatan Undang-Undang yang dilakukan DPR maupun pemerintah.
Demikian disampaikan Nasih saat menanggapi pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Susi Pudjiastuti yang menyebut adanya pasal orderan dalam UU.
"Ya itu mungkin saja. Dan yang buat UU itu kan DPR bersama pemerintah. Mungkin ada order di kementerian atau komisi. Itu sangat mungkin," ujar Nasih saat dihubungi di Jakarta, Senin (08/05/2017).
Bahkan, lanjut dia, yang namanya pasal order tersebut bisa dilihat dari dua sudut pandang atau dua kepentingan yang berbeda.
"Tergantung yang order. kalau yang order orang baik, ya jadi bagus. kalau penjahat, ya jadi berbahaya. Pasal dalam UU sisdiknas dulu itu kan orderan Muhammadiyah dan beberapa ormas Islam, sehingga ada pasal "Murid harus diajar agama oleh guru seagama". Itu orderan yang baik. Yang buruk, misal di UU PMA yang dibatalkan oleh MK itu. Yang modal asing bisa mengangkangi negara kita," ungkap Nasih.
Saat ditanya seberapa vital dampak sebuah kebijakan ketika ada pasal orderan, Nasih mengatakan sangat vital.
"Ya tentu bisa sangat vital. Jika kapitalis jahat yang order, negara akan kehilangan peran. Penguasaan mereka terhadap SDA akan semakin besar. Orderan jahat, kalau pakai uang, itu namanya sudah korupsi dan kolusi sekaligus. Dan jika benar-benar goal jadi UU, nanti akan menyebabkan SDA dikuasai oleh mereka. Mereka jadi seolah legal melakukan kejahatan mereka. Kejahatan mereka sudah dilindungi UU. Karena itu, kita perlu politisi yang selesai dengan dirinya sendiri," tandas dia.
Menurutnya, tidak menjamin juga ketika sebuah kebijakan dibuat oleh orang-orang yang bergelimang harta sekalipun akan menjadi lebih baik.
"Kaya juga tidak menjamin. Sebab, banyak yang sudah kaya, tapi tetap korupsi juga. Yang diperlukan adalah penyelenggara yang asketik," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri KKP Susi Pudjiastuti dalam sebuah seminar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta mengatakan adanya pasal orderan dalam setiap pembuatan UU. (icl)