Opini
Oleh Gde Siriana pada hari Selasa, 23 Mei 2017 - 16:54:02 WIB
Bagikan Berita ini :

Mengapa Pribumi Indonesia Kian Terpinggirkan?

75IMG_20170515_144319.jpg
Gde Siriana (Sumber foto : Istimewa )

Di era Orde Baru, banyak pengusaha keturunan Tionghoa (non pribumi) yang dibentuk dan diciptakan oleh penguasa saat itu. Pribumi Indonesia tidak mendapatkan manisnya pertumbuhan ekonomi yang dicetak Orde Baru saat itu. Kalaupun ada, jumlahnya tidak sebanding dengan proporsi jumlah pribumi di Indonesia.

Paska Reformasi 98, semakin jauh hak-hak pribumi Indonesia untuk mendapatkan kesejahteraan di tanah airnya sendiri. Secara hukum hak-hak pribumi Indonesia bahkan semakin diabaikan ketika Presiden Habibie saat itu mencabut penggunaan istilah pribumi melalui Instruksi Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Pelarangan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi. Padahal deklarasi PBB 61/295 menjamin hak-hak pribumi di seluruh dunia.

Data Forbes 2017, dari daftar 20 orang terkaya, hanya ada 1 orang kaya yang pribumi Indonesia. Sementara Lembaga Oxfam menyebutkan harta total empat orang terkaya di Indonesia, yang tercatat sebesar 25 miliar dolar AS, setara dengan gabungan kekayaan 100 juta orang termiskin.

Di era Orde Baru, pemerintah selalu mengumumkan 400 orang dan perusahaan pembayar pajak terbesar. Namun, hal itu tak bisa dilakukan lagi karena Pasal 34 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak membolehkan petugas pajak mengumumkan jumlah pajak yang dibayarkan seseorang, kecuali orang yang bersangkutan mengumumkan sendiri kepada masyarakat. Dengan demikian masyarakat juga tidak tahu siapa saja yang menguasai ekonomi Indonesia. Tetapi jika melihat daftar Forbes, sepertinya 400 orang terkaya pun diduduki oleh mayoritas non-pribumi Indonesia.

Selama ini ada anggapan tidak menjadi masalah non pribumi menguasai ekonomi nasional yang penting mereka membayar pajak untuk pembangunan. Tetapi persoalan pemilikan aset dan distribusi kesejahteraan/kekayaan bangsa tidak bisa dilihat melalui pendekatan pajak. Ini masalah strategis dari keberlanjutan ekonomi nasional dan bahkan keberlanjutan pribumi itu sendiri di tanah airnya sendiri.

Jika melihat nama-nama orang terkaya non-pribumi di Indonesia, ternyata mereka bukanlah siapa-siapa sebelumnya. Tetapi kemudian negara, di bawah rezim penguasa saat itu, dengan sengaja menjadikan mereka sebagai orang-orang terkaya, melalui kemudahan perijinan, kemudahan pembiayaan bank, kemudahan operasi usaha, bahkan mendapat perlindungan kekuasaan.

Pertanyaannya, mengapa negara enggan memberikan previllege tersebut untuk mencetak dan membesarkan pengusaha pribumi sebanyak-banyaknya? Bahkan seharusnya juga dilahirkan banyak pengusaha besar dan menengah di tiap wilayah Indonesia yang mewakili suku-suku Nusantara sebagai cikal-bakal negara Indonesia. Kita ingin bukan saja redistribusi kekayaan dari non-pribumi kepada pribumi Indonesia, tetapi juga redistribusi kesejahteraan ke seluruh wilayah Indonesia.

Inilah PR besar pribumi Indonesia ke depan! Ini bukan soal diskriminasi. Membicarakan kesejahteraan pribumi bukanlah pelanggaran hukum karena pribumi memiliki hak yang lebih besar karena pribumilah yang memerdekakan suku-suku dan wilayah Nusantara menjadi Indonesia.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...