JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesi (UII) Yogyakarta, Muzakkir menilai, majelis hakim bisa memutus Fahmi Darmawansyah, terdakwa kasus suap di Bakamla di atas tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Yakni hukuman maksimal sesuai Pasal 5 ayat 1 huruf b UU nomor 20 tahun 2001, yakni hukuman maksimal lima tahun penjara.
"Prinsipnya semua hakim bisa memutus melebihi apa yang mereka (jaksa) tuntut," kata Muzakip pada wartawan, Jakarta, Selasa (23/5/2017).
Pengadilan Tipikor Jakarta akan menggelar sidang putusan kasus dugaan suap proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla dengan terdakwa Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah, Rabu (24/5/2017) besok.
Fahmi dituntut 4 tahun penjara oleh jaksa KPK. Selain itu, ia juga dituntut membayar denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Terlebih, lanjut Muzakir, KPK menolak status justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku kepada Fahmi. Dengan begitu, hakim bisa memutus hukuman maksimal kepada Fahmi sesuai dengan pasal yang disangkakan.
"Hakim boleh memutus yang sangat berbeda dengan apa yang diajukan oleh jaksa. Selagi, pertama pasalnya ada dalam dakwaan jaksa. Yang kedua hukumannya, dari satu hari sampai dengan maksimum sesuai dengan UU yang dijatuhkan. Kalau UU bilang maksimal seumur hidup, hakim bisa memutus seumur hidup," ucapnya.
Diketahui, jaksa KPK menuntut Fahmi dengan hukuman pidana empat tahun penjara dan penolakan status JC karena dinilai terbukti menyuap pejabat Bakamla.
Dalam amar tuntutan jaksa, suami Inneke Koesherawati itu terbukti memberikan suap kepada empat pejabat di Bakamla yakni Nofel Hasan senilai SGD 104.500, Tri Nanda Wicaksono sebesar uang Rp 120 juta, Bambang Udoyo sebesar SGD 105.000, serta uang SGD 100.000, USD 88.500 dan 10.000 Euro kepada Eko Susilo Hadi.
Jaksa menyebut suap yang diberikan oleh Fahmi adalah untuk kepentingan bisnisnya. Yakni agar perusahaan yang dimilikinya mengharap proyek di Bakamla.
"Tampak jelas Fahmi ingin memberikan uang kepada Eko, Bambang, Nofel dan Trinanda karena sudah memenangkan perusahaan yang dikendalikan terdkawa yaitu PT MTI. Semua uang dari terdakwa untuk kepentingan terdakwa di Bakamla," kata Jaksa Kiki beberapa waktu lalu.
Atas perbuatannya Fahmi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.(yn)