JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Politisi PKS Mahfudz Siddiq menilai, puisi yang dibaca Panglima Jenderal Gatot Nurmantyo di Rapimnas Partai Golkar, di Balikpapan, Senin (22/5/2017) menunjukkan inti masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia.
"Panglima TNI sedang menunjukkan inti masalah yang sedang berkecamuk di banyak pikiran dan perasaan masyarakat Indonesia. Masalah yang jika tidk dicarikan solusi sistemik dan struktural, akan menjadi ancaman nyata bagi NKRI," kata Mahfudz kepada wartawan di Jakarta, Rabu (24/5/2017).
Di hadapan kader Golkar yang sedang mengikuti Rapimnas, Gatot membacakan penggalan puisi karya Deny JA berjudul "Tapi Bukan Kami Punya".
Selama ini, menurut Mahfudz, ada upaya menggiring opini bahwa ancaman NKRI adalah kelompok-kelompok muslim yang aktif bergerak membela hak-hak agamanya, dengan memberi stempel anti keberagaman, anti pancasila, dan anti NKRI. Sebaliknya, lanjut dia, pihak yang menjadi sumber awal kegaduhan justru ditampilkan sebagai simbol keberagaman, Pancasila dan NKRI.
"Dari penggiringan opini ini muncul dua masalah baru. Pertama, terjadi gejala polarisasi ideologis antara masyarakat muslim dan non-muslim. Kedua, ada gejala konflik horizontal antar unsur masyarakat muslim, yaitu antara yang mengklaim pihak moderat dan yang dituding pihak radikal," ujar Mahfudz
"Saya setuju dengan pernyataan wapres JK saat maraknya aksi bela Islam di Jakarta. Beliau katakan bahwa di balik aksi ini ada endapan rasa ketidakadilan akibat kesenjangan ekonomi yang sangat besar," kata dia.
Menurut pandangan politisi dari daerah pemilihan Cirebon-Indramayu ini, saat ini terjadi masalah sosial-ekonomi yang dipicu menjadi masalah politik-ideologis oleh seseorang atau sekelompok orang, dimana dipersepsi oleh masyarakat muslim sebagai sumber kesenjangan.
"Nah dengan puisi itu, Panglima TNI sebenarnya mengingatkan kita semua bahwa inti masalah adalah kesenjangan sosial-ekonomi dan penguasaan aset kekayaan nasional di tangan segelintir orang. Dalam sejarah konflik ummat manusia dimanapun, ini adalah sebab pokok dari berbagai konflik, perpecahan dan kehancuran banyak bangsa," paparnya.
Menurut Mahfudz, sudah sepatutnya semua pihak terutama para pemimpin lembaga negara, partai politik dan tokoh masyarakat menyadari hal tersebut.
"Mereka harus keluar dari perangkap polarisasi ideologis dalam melihat dan menyikapi masalah bangsa. Tapi berani dan mau untuk masuk ke jantung masalah yang sebenarnya. Ingatlah akan pepatah, memahami masalah adalah setengah dari jawaban. Jika salah memahami masalah, maka kita tak akan pernah sampai kepada jawaban. Yang terjadi justru kita menambah masalah baru," pungkasnya. (plt)