Opini
Oleh Gde Siriana pada hari Rabu, 24 Mei 2017 - 13:37:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Pejabat Negara Anjurkan Toleransi : Latah dan Absurd

20IMG_20170524_135752.jpg
Gde Siriana (Sumber foto : Istimewa )

Menjelang bulan suci ramadhan beberapa pejabat negara mengeluarkan anjuran agar masyarakat membangun toleransi pada momentum bulan puasa Ramadhan. Kompak memberikan pernyataan yang sama tanpa memahami persoalan sebenarnya mengingatkan kita pada gaya bicara pejabat jaman orde baru.

Membicarakan toleransi harus kontekstual, yang menggambarkan fakta sebenarnya beserta penjelasan konprehensif. Yang saat ini disampaikan hanya sebatas peristiwa konflik-konflik horisontal yang hanya nampak di permukaan.

Publik pasti sudah tahu arti kata toleransi, maka pertama-tama seharusnya disampaikan juga bagaimana interaksi toleransi bekerja dalam sistem sosial. Agar bisa dipahami bahwa jika satu pihak melanggar sikap toleransi maka akan timbul reaksi intoleransi dari kelompok lainnya. Prinsipnya sikap toleransi adalah untuk menjaga keseimbangan dalam pergaulan masyarakat dalam suatu sistem sosial.

Kedua, toleransi bekerja dalam sistem nilai atau norma. Toleransi tidak bisa diterima jika itu melanggar norma atau nilai yang dianut oleh mayoritas masyarakat yang hidup di lingkungan itu. Misalnya toleransi tidak akan terwujud ketika berhadapan dengan korupsi, terorisme dan LGBT, karena itu bukan merupakan nilai-nilai yang dianut mayoritas masyarakat.

Ketiga, harus disampaikan juga oleh pejabat negara prasyarat apa yang dapat membangun terwujudnya toleransi, yaitu keadilan sosial. Ketidak adilan dalam masyarakat seperti kesenjangan kesejahteraan yang dirasakan mayoritas pribumi, perbedaan perlakuan hukum kepada kaum miskin, penguasaan aset-aset dan kekayaan nasional oleh segelintir konglomerat, terpusatnya kekuasaan politik nasional oleh segelintir oligarki, merupakan perilaku yang dapat menggerus bangunan toleransi di masyarakat karena dianggap bertentangan dengan amanat konstitusi dan proklamasi bangsa Indonesia. Toleransi membutuhkan kepercayaan satu sama lain agar hidup secara alamiah dalam masyarakat.

Tanpa penjelasan itu, seakan-akan pejabat negara mengatakan, "Sudahlah apapun ceritanya, kalian harus akur-akur saja." Maka jangan heran kalimat klise anjuran toleransi pun hanya nampak pada tulisan media saja, melayang-layang di langit biru tanpa pernah menyentuh akar rumput. Toleransi, jika memang ada, tanpa ada yang mengucapkannya pun akan dapat dirasakan, karena ia adalah produk alamiah dari keseimbangan dan keselarasan dalam hidup masyarakat.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...