Kemarin sore, saat batal puasa bersama dengan tokoh besar Melayu, Huzrin Hood (Kepri), saya dibuat sedikit terhentak dengan informasinya tentang banjir hebat yang melanda kota Kendari hari-hari ini. Saya sedikit merasa malu atas info itu, karena ternyata sudah membuat para tokoh bangsa ini dari kawasan yang nun jauh dari Kendari.
Tetapi itulah kenyataannya. Banjir yang sudah membawa beberapa jiwa dan materi dengan kejorokan lingkungan itu baru pertama kali terjadi sejarah Sultra. Belum pernah terjadi sebelumnya. Sehingga membuat banyak orang di bangsa ini bertanya-tanya: ada apa dengan kota Kendari?
Parahnya lagi, dan mungkin yang membuat Gubernur Sultra berang, konon Walikota Kendari Ir. Asrun "tak pernah muncul batang hidungnya" saat banjir itu terjadi. Entahlah. Yang niscaya, jika Walikota yang sudah jabat 10 tahun itu peduli dengan lingkungan, maka banjir bandang seperti sekarang ini tak akan terjadi.
Lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas peristiwa itu? Pertanyaan ini jelas akan melahirkan jawaban bahwa ada pemegang otoritas lokal yang akan jadi sasaran tembak. Namun mungkin itu akan dianggap "bernuasa politis" apalagi tentu tidak sedikit para lawan politik yang merasa kecewa akibat putra sang Walikota berhasil dibuat sebagai pewaris tahta. Dan sang ayah sendiri sedang berkampanye untuk naik jenjang ke posisi gubernur.
Tetapi tentu bukan disitu soalnya. Peristiwa banjir itu tak bisa dilepaskan dengan paradigma pembangunan yang dilakukan di kota Kendari selama ini. Yang pasti, secara konseptual, akibat dari kebijakan dan implementasi pembangunan yang sama sekali tak menganut green development paradigm.
Kota Kendari menjadi sangat semrawut tata kotanya, yang selama ini tak ada satu pihak pun yang mengoreksinya.
Agenda-agenda pembangunan tak lebih dari proyek-proyek fragmatis yang konon dikerjakan dengan kick back fee sang penguasa. Pada saat yang sama, tak hadir lagi para watch dog sebagai kekuatan kritis fungsional, termasuk pers yang cenderung dibungkam.
Padahal kita tahu, kota Kendari berada di dataran rendah alias hilir, sementara di lingkungan wilayah bagian atas sudah juga kritis termasuk akibat aktivitas tambang nikel yang dilakukan scara sembrono.
Melihat kenyataan ini, barangkali ruh Almarhum (mantan gubernur Sultra) Laode Kaimudin, akan sangat bersedih. Karena sebagai peletak dasar pembangunan kota Kendari dan atau jika rencana tata kota yang sudah dirintis oleh beliau ditaati, maka mungkin peristiwa banjir dahsyat ini tidak terjadi seperti sekarang ini.(*)
Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
tag: #