JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Politikus Partai Golkar Bobby Adhityo Rizaldi menilai Asumsi Rancana Kerja Pemerintah (RKP) APBN 2018 yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, belum sinergi dengan rencana pembangunan Presiden.
Dimana konsep konektivitas infrastruktur One Belt One Road (OBOR), 2018 harusnya bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi diatas 6%, bukan seperti yang dipresentasikan hanya kisaran 5,1% seperti tahun 2017.
"Karena RPJMN pun menargetkan 7,5%, dan setelah investasi dari Cina, harusnya Menkeu lebih berani dalam menargetkan batas bawah pertumbuhan ekonomi," kata Bobby di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Selain itu, di tahun 2017 sektor migas tidak mengalami perbaikan. Hal ini dapat dilihat dari keadaan sektor hulu migas melemah dan lifting migas yang diestimasi mengalami penurunan dengan batas atas hanya seperti 2017, 815 ribu BOPD, dengan batas bawah yang sangat rendah di 771 BOPD dengan riil lifting saat ini di rata-rata 787 ribu BOPD.
Menurut Politisi Golkar ini Menteri ESDM dalam hal ini cukup jitu dalam memberi berbagai terobosan, tetapi Menkeu justru gagal dalam mengidentifikasi sektor hulu yang sebenarnya perlu stimulan fiskal untuk memacu pelaku industri migas hulu dalam meningkatkan lifting.
"Ini tidak seperti 'SMI' yang biasa spektakuler, terlalu berhati-hati dan cenderung melambat. Jika asumsi makro ini tidak disesuaikan, maka konsep kemenkomaritim soal OBOR "belum" terhubung dengan struktur kerangka asumsi Makro APBN 2018. Alias masing-masing jalan sendiri-sendiri," pungkasnya.
Proyek konektivitas yang sedang berjalan saat ini adalah 13 proyek pelabuhan, 17 proyek bandara, 19 proyek kereta api, dan 52 proyek jalan tol yang diharapkan rampung pada 2018-2019. (icl)