JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Komisi X DPR Ledia Hanifah Amaliah menilai, Indonesia belum bisa menerapkan sekolah lima sepekan dengan 8 jam belajar bagi para siswa (fullday school).
Sebab, kata Ledia, tidak semua sekolah bisa melaksanakan kebijakan yang digulirkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy.
Menurutnya, kondisi psikologis siswa akan berpengaruh adanya fullday school ini. Pasalnya dari 8 jam sekolah itu para siswa hanya mendapatkan 1,5 jam untuk beristirahat.
"Harus bisa bayangkan bagaimana kondisi para siswa ini. Apabila terwujud fullday school hanya istirahat 1,5 jam. Yang sudah bekerja saja selalu mengeluh waktu istirahat kurang," ujar Ledia dalam diskusi Polemik SindoTrijaya 'Ribut-ribut Fullday School' di Warung Daun, jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (17/6/2016).
Sementara, lanjut Ledia, di daerah-daerah para orang tua sangat membutuhkan anaknya untuk bisa membantu pekerjaanya. Misalkan membantu untuk bertani, kemudian nelayan dan menjaga warung. Oleh sebab itu kebijakan ini sangat tidak tepat dilakukan di seluruh Indonesia.
"Keluarga di Indonesia masih perlu bantuan anak-anak dalam membantu perekonomian," ucapnya.
Oleh sebab itu, pinta dia, kebijakan fullday school mesti ditinjau lagi."Jadi memang Mendikbud harus mengkaji ulang peraturan itu," tegasnya.
Sebelumnya, Mendikbud Muhadjir Effendy menyebutkan telah menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) tentang fullday school. Permen itu terbit pada 9 Juni lalu dan akan berlaku pada Juli 2017 nanti.
Kehadiran Permen itu merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 19/2017 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 74/2008 tantang Guru.
Menurut Muhadjir, selama ini di sekolah negeri khusunya memang hanya belajar dari Senin hingga Jumat. Hanya saja siswa masih terbebani dengan kegiatan ekstrakulikuler pada Sabtu atau Minggu.(yn)