Opini
Oleh Ahmad Riza Patria (Wakil Ketua Komisi II DPR RI) pada hari Sabtu, 24 Jun 2017 - 13:16:53 WIB
Bagikan Berita ini :

Trumping Nature dan Banjir Tangerang

59IMG_20170330_085620.jpg
Ahmad Riza Patria (Wakil Ketua Komisi II DPR RI) (Sumber foto : Istimewa )

Apa hubungan antara Trumping nature dan banjir? Dalam khasanah bahasa Inggris mutakhir, muncul istilah atau proverb trumping nature. Proverb tersebut muncul belakangan ini di Amerika untuk mengolok-olok kebijakan politik Donald Trump yang keluar dari Kesepakatan Paris, akhir Mei 2017 lalu. Trumping nature diterjemahkan sebagai kebijakan yang merusak alam. Ini karena kebijakan merusak alam itu datangnya dari Presiden Donald Trump, khususnya setelah keluar dari Paris Agreement mengenai pembatasan emisi gas rumah kaca di atmosfir.

Kita tahu, dalam Kesepakatan Paris setiap negara diwajibkan mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mengurangi kenaikan suhu bumi (global warming). Dan AS adalah negara yang seharusnya paling mendukung Kesepakatan Paris karena dia-lah negara yang paling besar dalam menggelontorkan gas rumah kaca ke atmosfir bumi.
Lalu, apa hubungannya dengan banjir Tangerang? Banjir di Tangerang beberapa hari lalu, juga banjir di Bandung, Garut, Bima, Pekanbaru, Banjarmasin, dan lain-lain lebih disebabkan pengaruh global warming ketimbang musim hujan yang lebat. Musim hujan yang sifatnya rutin di Indonesia dampaknya tidak terlalu signifikan karena sesuai siklus alam. Tapi hujan besar akibat kekacauan iklim yang disebabkan global warming menyebabkan alam tidak bisa kompromi. Maka banjir besar pun terjadi di mana-mana. Indonesia terkena dampaknya.

Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS akhirnya terbukti menuai masalah. Kebijakan Trump yang keluar dari Kesepakatan Paris – yaitu upaya global untuk mengatasi perubahan iklim – ternyata tidak sekedar gertak sambal. Tapi benar-benar terjadi. Pemimpin dunia yang peduli kerusakan iklim bumi seperti Presiden Prancis (Emmanuel Macron), Kanselir Jerman (Angela Merkel), PM Kanada (Justin Trudeau), dan lain-lain marah besar. Tapi Trump tetap keukeuh : melakukan politik trumping nature tadi.

Sejak Trump terpilih menjadi Presiden AS ke-45 pada 8 November 2016, banyak negara mulai dari Tiongkok hingga ke negara-negara pulau kecil seperti Fiji, Saychelles, dan Vanuatu, telah menegaskan kembali dukungannya terhadap Kesepakatan Paris 2015 dalam Konferensi Para Pihak mengenai Perubahan Iklim yang melibatkan 200 negara di Marakas, Maroko, November tahun lalu. Namun Trump, yang dalam kampanye pemilihan umum di AS menyebut isu pemanasan global sebagai tipuan dan berjanji untuk mundur dari Kesepakatan Paris, kini benar-benar telah melaksanakan janjinya.
Lalu, apa yang akan terjadi bila AS menolak Kesepakatan Paris? Dunia terancam kiamat! Ini karena AS adalah the greatest contributor” of green house gas, CO2, yang memacu pemanasan global. Sebanyak 15% emisi gas rumah kaca di atmosfir dilontarkan AS sendirian.

Saat ini saja, akibat pengaruh global warming, hujan lebat dan badai mulai melanda Indonesia. Dampak La Nina yang diprediksi akan menguat di awal tahun 2017, akan menimbulkan hujan lebat, banjir, longsor, dan badai. Hujan lebat yang muncul secara anomali sejak Agustus 2016 lalu sampai sekarang, misalnya, telah menimbulkan banjir dan longsor di mana-mana. Banjir dan longsor telah menghantam beberapa daerah di Jawa dan Sumatera – seperti Bandung, Sukabumi, Banten, Pekalongan, Semarang, Medan, Padang, Pekanbaru, dan kota-kota lain sehingga menimbulkan korban jiwa dan harta yang sangat besar.

Di dunia internasional, terjangan banjir, badai, dan longsor akibat global warming juga makin sering terjadi. Bulan Oktober baru lalu, bencana alam yang mengerikan muncul silih berganti. Badai raksasa (hurricane) Matthew, misalnya, menerjang Haiti pekan pertama Oktober lalu. Menurut laporan BBC, Senin (10/10), Badai Matthew telah menewaskan lebih dari 1000 orang lebih. Sebelumnya badai-badai raksasa telah menghantam Amerika, Filipina, Jepang, Cina, dan lain-lain. Semuanya akibat lanjutan global warming. Jutaan orang kehilangan tempat tinggal dan ribuan orang tewas.

Melihat fakta-fakta kegagalan kampanye solusi global warming itulah, para ilmuwan mengajukan gagasan reengineering ekosistem bumi. Majalah The economist, dalam rubrik science-nya belum lama ini mengulas bagaimana reengineering itu diperlukan untuk mengatasi kenaikan kadar GRK di atmosfir. Salah satu caranya, GRK harus bisa diserap air laut tanpa efek balik. Kita tahu, 75 persen dari permukaan bumi adalah lautan. Jika laut tersebut mampu menyerap GRK, maka kadar GRK di atmosfir akan berkurang signifikan.

Victor Smetacek dari Alfred Wegener Institute for Polar and Marine Research, Jerman dan Wajih Naqvi dari India’s National Institute of Oceanography mengusulkan bagaimana agar carbon sink (penyerapan GRK oleh air laut) berlangsung simultan tanpa efek balik (boomerang effect). Usulannya: memperbanyak pertumbuhan alga bersel satu (single celled algae) di laut yang terkenal mampu menyerap GRK secara signfikan. Pertumbuhan alga ini bisa disuburkan dengan menambahkan ion-ion besi di samudra. Jika alga ini jumlahnya banyak, maka akan banyak GRK yang terserap. Ini jauh lebih efektif ketimbang mengembangkan mikroorganisme penyerap GRK di darat. Kenapa? Karena jika organisme itu mati, maka akan membusuk di darat dan kembali mengeluarkan gas metana yang nota bener bersifat seperti GRK. Sedangkan alga di laut, jika mati akan tenggelam di dasar laut. Gas-gas yang keluar bersama bangkai alga itu kemudian bisa diserap alga-alga dan mikroorganisma lain yang hidup di permukaan laut. Dengan demikian, menurut pakar lingkungan Sri Utami, boomerang effect itu tidak terjadi (Dahuri, 2016).

Gagasan tersebut menarik dipertimbangkan Indonesia. Kita punya laut yang luas dan pantai yang panjang, sehingga memungkinkan penerapan konsep carbon sink dengan penanaman algae bersel satu (single celled algae). Jika itu dilakukan, Indonesia punya kontribusi besar dalam menjinakkan global warming. Ini semua akan berdampak positif bagi Indonesia. Indonesia akan menjadi teladan bangsa-bangsa di dunia dan of course, investor pun akan senang menanamkan uangnya di Indonesia.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...