JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Fraksi Partai Golkar di DPR menolak periodesasi jabatan hakim yang tertuang dalam RUU Jabatan Hakim dalam pasal 31 ayat 1 dan 2. Guna mewujudkan hal tersebut, Golkar bakal melobi fraksi lainnya.
"Kami akan membangun komunikasi dengan fraksi-fraksi lain yang sepaham tentang ini, agar keputusan yang diambil Komisi III tidak mengganggu yudikatif, dan tidak membuat 8.000 hakim di Indonesia resah," anggota Komisi III DPR dari F-Golkar Adies Kadir saat dihubungi, Senin (26/06/2017).
Selain itu, Adies pun memberikan jawabannya atas 'tantangan' yang diajukan koleganya di Komisi III, Arsul Sani yang meminta penjelasan Fraksi Golkar menolak jabatan hakim.
"Kalau ditanya alasannya apa? Kan saya sudah sampaikan, beberapa alasan, salah satunya hakim lebih mudah diintervensi dengan harapan setiap 5 tahun dapat dipilih kembali. Main save saja dalam memutus perkara, yang penting bisa terpilih setiap periodesasinya," kata wakil ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) itu.
Dijelaskannya kembali, dalam UUD 45 pasal 24 ayat 1 dikatakan bahwa kekuasan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan sebuah peradilan. Sementara ayat 2 menytakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan sebuah badan peradilan yang ada di bawahnya serta Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau sudah jelas begini, masa kita mau nabrak konstitusi?, apakah masih mau buat hakim bekerja dengan tidak tenang memikirkan periodesasi saja?, Di mana letak merdekanya?," bebernya.
Menurut Adies, Kalau hakim melanggar etika, kehormatan, martabat dan perilaku negatif, serahkan saja ke Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi sesuai dengan Tupoksinya.
"Hakim harus tetap independen dalam memutus perkara. Tapi tetap etika dan perilaku hakim perlu diawasi KY dan Badan Pengawasan MA. Agar hakim gak keliaran ke karaoke, pijat, makan bareng klien dan pengacara, gampang disuap, kawin lagi, selingkuh, kena operasi tangkap tangan (OTT). Ini yang perlu dijaga sebenarnya.(yn)