Opini
Oleh Ihwan Datu Adam (Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat) pada hari Kamis, 20 Jul 2017 - 18:35:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Hapus Presidential Threshold, Jangan Gunakan Tiket yang Sudah Sobek Untuk Pilih Presiden

7220170720_183252.jpg
Ihwan Datu Adam (Anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrat) (Sumber foto : Istimewa )

Semua perhatian masyarakat Indonesia tengah tertuju pada pembahasan RUU Pemilu yang akan diputuskan oleh DPR RI pada hari ini. Maklum hal ini memang akan ikut menentukan masa depan kehidupan demokrasi Indonesia.

Setidaknya adanya lima isu krusial yang akan diputuskan yaitu sistem pemilu, sistem penghitungan suara, jumlah anggota DPR per Dapil, Parliament Threshold dan Presidential Threshold.

Partai Demokrat mendukung sistem pemilu legislatif terbuka yaitu tidak berdasarkan nomor urut untuk memastikan wakil rakyat terpilih adalah sosok yang dikenal di daerah pemilihannya, bukan hasil kongkalikong dan oligarki partai politik.

Untuk Parliament Threshold atau ambang batas parlemen kami menilai cukup dengan angka 4-5 persen. Hal ini agar ada peluang bagi partai politik baru untuk ikut berkontribusi bagi bangsa dan dalam kehidupan demokrasi di tanah air.

Khusus untuk Presidential Threshold atau ambang batas presiden, Partai Demokrat memilih mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 14/PUU-XI/2014 yang menyatakan pasal 3 ayat 5 UU nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden bertentangan dengan UUD. Oleh sebab itu Pilpres harus dilaksanakan bersamaan dengan Pemilu Legislatif. Salah satu pertimbangan MK, jika Pemilu Legislatif dengan Pilpres terpaut tiga bulan menyebabkan Calon Presiden melakukan negosiasi dengan parpol.

Atas dasar putusan MK itulah Partai Demokrat berketetapan Presidential Threshold nol persen karena kami taat hukum. Selain itu juga agar proses bernegara menjadi teratur, salah satunya dengan menghormati putusan peradilan. Sehingga, karena MK sudah memutus dengan tegas maka tidak ada pilihan lain selain taat dan patuh pada hukum. Jangan membiasakan bernegara dengan tidak menghormati hukum karena akan kacau hasilnya. Hukum diciptakan untuk ketertiban.

Harus dipahami bahwa angka Presidential Threshold pada Pilpres 2004, 2009 dan 2014 terjadi karena Pemilu Legislatif dilakukan sebelum Pilpres. Sehingga KPU dengan mudah menghitung dan memberlakukannya. Namun jika Pilpres bersamaan dengan Pemilu Legislatif maka angka prosentase mana yang akan dihitung?

Selain itu, ibarat tiket, maka hasil Pemilu Legislatif 2004, 2009 dan 2014 sudah digunakan para capres dan cawapres yang bertarung ketika itu. Pada 2004, tiket Parliament Threshold digunakan oleh SBY, Megawati, Amien Rais dan Jusuf Kalla. Pada 2009 oleh SBY, Megawati, Jusuf Kalla dan Wiranto. Adapun pada 2014 digunakan oleh Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo-Hatta Rajasa.

Oleh sebab itu kalau akan menggunakan angka Presidential Threshold sebesar 20-25 persen Pilpres 2019 bagaimana menghitungnya? Bolehkan Pilpres 2019 menggunakan tiket hasil Pemilu Legislatif 2004 ketika yang menang Partai Golkar? Bolehkah menggunakan tiket hasil Pemilu Legislatif 2009 saat Partai Demokrat menang? Bolehkan menggunakan tiket hasil Pemilu Legislatif 2014 saat PDIP menang?

Bukankah semua tiket hasil Pemilu Legislatif tersebut sudah dipakai para capres di 2004, 2009 dan 2014. Karena itu angka Presidential Threshold menjadi tidak relevan lagi. Sebab ibarat tiket nonton bioskop untuk film Spiderman yang sudah dirobek maka sengotot apapun tidak bisa untuk menonton film Wonder Women yang diputar kemudian hari. Apa mau di tabok penjaga tiket bioskop?

Oleh sebab itu Partai Demokrat percaya bahwa pilihan ambang batas presiden atau Presidential Threshold sebesar nol persen sesuai dengan azas ketatanegaraan. Kami ingin menjadi bagian yang mendukung penghormatan terhadap putusan lembaga peradilan yaitu MK. Pilihan ini sesuai dengan pikiran para akademisi dan pakar yakni Prof Jimly Assidiqie, Prof Mahfud MD, Effendi Gazali, Perludem maupun hati nurani rakyat Indonesia.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...