Opini
Oleh Muslim Arbi pada hari Sabtu, 22 Jul 2017 - 09:30:01 WIB
Bagikan Berita ini :

Presidential Threshold 20 %, Taktik Jokowi Mengikat Koalisi Istana?

81IMG-20160824-WA0016_1472028604316.jpg
Muslim Arbi (Sumber foto : Istimewa )

Langkah KPK mentersangkakan Setnov itu rupanya tidak serius. KPK dapat di mainkan Istana untuk mengikat Golkar agar tidak lari dari kekuatan koalisi menghadapi Pilpres 2019. Selain Golkar juga PKB, PPP, "diikat". Ada gelontoran duit Rp 1,5 T terhadap basis tradisional PKB, PPP dengan legalitas partai. Kalau Nasdem dan Hanura tidak mungkin lari koalisi karena mutual simbiosis, politik dan kekuasaan.

Jika analisa di atas benar, maka KPK dapat diperalat oleh Istana. Ini adalah suatu perbuatan konyol. Karena KPK sewaktu waktu dapat di jadikan alat politik dan kekuasaan. Apakah karena Istana punya bukti keterlibatan Ketua KPK dalam kasus E-KTP, sehingga Agus disandera Istana dan di paksa lakukan tersangak terhadap Setya Novanto?

Kalau melihat peta Pilpres 2014, di mana Golkar, PPP dan PAN berada di kubu Prabowo lalu menyeberang ke kubu Jokowi, karena iming-iming kursi dan transaksi-transaksi politik dan kekuasaan lainnya, maka Istana berupaya mengikat ke tiga veteran Prabowo di Pilpres 2014. Rupanya PAN cerdik, dan tidak terjebak dalam taktik Istana gunakan Presidential Threshold 20%.

Pilihan PAN itu sangat beralasan, karena melihat tergerusnya dukungan publik terhadap Presiden Jokowi yang tercermin dari kasus Ahok, Perppu Ormas dan perlakuan Rezim terhadap Ulama dan Aktifis. Maka kalkulasi dan pilihan PAN tidak mendukung Presidential Threshold adalah cerdas.

Sikap PAN itu tidak perlu di tanggapi gusar oleh Presiden Jokowi dan tidak perlu di ungkap ke Publik. Sebagai partai politik, PAN punya hak demokrasi dan Konsitusional untuk tidak dukung Presidential Threshold. Dan cara Jokowi bicara dukungan PAN sebelum voting di DPR memperlihatkan ke takutan dan tidak matang dalam politik.

Jokowi harus membedakan sebagai Presiden dan bukan sebagai Pimpinan Koalisi Partai Politik Pendukung Pemerintah. Sikap Jokowi itu cerminkan tidak paham demokrasi dan tidak paham politik. Dan sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan apakah akan menggusur PAN dari Kabinet?

Soal tersangkanya Ketum Golkar dan Ketua DPR, Setya Novanto jelang Paripurna DPR soal Threshold, juga dapat di maknai sebagai upaya Istana menekan Golkar agar tidak lari. Maka, meski Setnov tersangka dalam kasus KTP elektronik, Golkar tetap dukung Jokowi pada pilpres 2019. Dukungan Golkar dalam statement sebelum Paripurna dan Presidential Threshold 20% berbuah manis. Nama Novanto tidak masuk dalam tuntutan terhadap para tersangka kasus E-KTP dalam persidangan. Padahal ancaman penjara terhadap Novanto seperti yang di umumkan sendirian oleh Ketua KPK, Agus Raharjo adalah seumur hidup.

Jika upaya Pra Peradilan Novanto atas kasus tersangka dirinya ini, berhasil, maka Novanto akan tetap sebagai Ketum Golkar dan Ketua DPR. Makanya, meski Ketumnya tersangka, Golkar tidak lakukan Munaslub untuk pergantian ketum nya. Juga DPR tidak lakukan pergantian pimpinan, karena UU MD3, di mungkinkan tidak akan lakukan pergantian pimpinannya.

Tapi ada satu hal, melihat penetapan Presidential Threshold 20 % oleh DPR untuk Pilpres 2019, bisa sangat tidak menguntungkan bagi Koalisi Istana, karena banyak blunder Pemerintahan Jokowi yang bikin rakyat marah dan kecewa.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...