Opini
Oleh Arif Nurul Imam (Analis Politik POINT Indonesia) pada hari Minggu, 23 Jul 2017 - 13:38:32 WIB
Bagikan Berita ini :

Meneropong Laga Pilkada Jawa Barat

32IMG_20170723_133558.jpg
Arif Nurul Imam (Analis Politik POINT Indonesia) (Sumber foto : Istimewa )

Di tahun 2018, terdapat 171 perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang bakal digelar, termasuk provinsi Jawa Barat. Bagi partai politik, Jawa Barat bukan hanya dipandang strategis, melainkan juga penting dalam menghadapi pesta demokrasi 2019.

Kita tahu, provinsi yang memiliki 27 Kabupaten/Kota tersebut memiliki jumlah pemilih paling besar di Tanah Air sehingga momentum Pilkada besar kemungkinan berdampak pada hasil Pemilu 2019. Dengan ceruk pemilih potensial sebesar 31 juta, Jawa Barat hampir dipastikan akan menjadi fokus oleh partai politik, selain tak menutup kemungkinan bakal menyedot perhatian publik.
Perhelatan Pilkada merupakan bagian rangkaian skenario kerja politik dalam menyiapkan pemenangan Pemilu. Sebab, perhelatan seperti Pilkada, partai politik dituntut melakukan kerja ganda, di satu sisi memenangkan Pilkada, dan disisi lain memproyeksikan lumbung suara sebagai basis elektoral pada Pemilu.
Dengan kenyataan semacam ini, itulah mengapa Pilkada Jawa Barat, akan menjadi perhatian istimewa partai politik, yang bukan saja akan mendayagunakan segenap potensi dan kekuatan politik yang dimiliki, melainkan pula akan melakukan kalkulasi politik dengan matang guna memobilisasi dukungan. Tak terkecuali, perihal pilihan tokoh yang akan diusung, berpasangan dengan siapa, dan bagaimana cara kampanya efektif.

Dengan jumlah 27 kabupaten/kota, luasnya wilayah, dan kepadatan penduduk yang padat; tokoh yang diusung memang benar-benar mesti sosok yang bukan hanya dikenal publik secara luas, melainkan harus memiliki prestasi yang memberi dampak bagi kemaslahatan publik. Ia boleh berasal dari latar belakang apapun, namun mesti memiliki rekam jejak bukan hanya baik, melainkan juga inspiratif.

Persoalan figur yang akan diusung menjadi salah satu faktor krusial di tengah cairnya pemilih dan ketidakpercayaan masyarakat pada partai politik yang makin menggumpal. Pemahaman semacam inilah yang kemudian mengantarkan partai politik agar jeli memilih tokoh potensial.

Tokoh Potensial

Dari figur-figur yang muncul dipermukaan sebagaimana dilansir oleh berbagai lembaga survey, sosok yang beredar memang sebagian besar merupakan para pesohor yang tidak asing di telinga kita. Ada Bupati, Wakil Gubernur, Walikota, anggota DPR, dan ulama. Dari puluhan nama yang beredar, setidaknya terdapat lima sosok yang patut diperhitungkan dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Pertama, Dedi Mizwar yang menjabat sebagai wakil gubernur. Dedi Mizwar sebelum terjun dipanggung politik dikenal sebagai aktor kawakan sehingga memiliki tabungan politik berupa popularitas. Di antara nama yang muncul, menurut beberapa lembaga survey, ia merupakan tokoh dengan popularitas tertinggi mengalahkan tokoh lainnya. Selain itu, sebagai petahana, Dedi Mizwar tentu memiliki keleluasaan untuk melakukan sosialisasi.

Meski demikian, boleh jadi, ini juga bisa dilihat sebagai kelemahan. Sebab, berbagai persoalan seperti infrastruktur, pengangguran, serta pendidikan hingga kini masih membelit di Jawa Barat. Situasi ini bisa jadi akan digoreng oleh lawan, bahwa selama kepemimpinannya gagal dalam melakukan pembangunan.

Kedua, Ridwan Kamil yang masih menjabat sebagai walikota Bandung. Ridwan Kamil adalah politisi yang piawai memanfaatkan media sosial untuk mewartakan aneka kegiatan dan program-programnya. Ia cukup dikenal bagi kelas menengah, terutama warga nitezen karena aktif bermain sosial media, seperti facebook, twitter dan instagram. Dampaknya, ia memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi, terutama di masyarakat yang melek teknologi.

Meski demikian, walikota yang dikenal sukses membangun berbagai taman ini, tidak berarti minus kekurangan. Pola pembangunan di Bandung kerap dikritik lantaran terkesan hanya membangun fisik saja, namun kerap dituding mengabaikan persoalan manusia. Kondisi demikian, sudah barang tentu, bakal menjadi sasaran tembak dan menjadi amunisi lawan politik.

Ketiga, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Dedi Mulyadi merupakan Bupati dua periode yang selama ini dikenal karena kesuksesannya membangun Purwakarta dengan pendekatan budaya Sunda. Ia juga dikenal sebagai Bupati yang juga sebagai budayawan. Di lapangan politik, lelaki kelahiran Subang ini juga merupakan Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat.

Hanya saja, titik lemahnya terletak pada publikasi. Meski menorehkan sejumlah prestasi, ia kalah populer ketimbang Ridwan Kamil, apalagi Dedi Mizwar. Padahal, aneka prestasi dan pengalamannya sesungguhnya merupakan modal politik berharga yang potenisal dikapitalisasi, tidak saja menggenjot popularitas, melainkan pula elektabilitas. Syaratnya, harus massif dalam melakukan publikasi dan pada gilirannya berbagai prestasi bisa diketahui oleh publik, khususnya para pemilih.

Keempat, Dede Yusuf merupakan anggota DPR dari Partai Demokrat yang juga pernah menjabat sebagai wakil gubernur Jawa Barat. Berlatar belakang artis, politisi ini tentu memiliki popularitas tinggi sehingga lebih gampang menggaet dukungan pemilih.

Hanya saja, sebagai politisi gaungnya kurang terdengar sehingga bisa dianggap publik tak memiliki prestasi. Di DPR misalnya, kiprah dan sepak-terjangnya kurang banyak diketahui oleh masyarakat. Meski demikian, ia memiliki pengalaman sebagai wakil gubernur yang bisa sebagai bahan meyakinkan pemilih.

Kelima, Kyai Haji Abdullah Gymnastiar atau populer dipanggil Aa Gym. Dai kondang ini juga disebut-sebut oleh sejumlah kalangan layak memimpin Jawa Barat. Pendiri Pondok Pesantren Daarut Tauhid tersebut, dikenal karena piawa dalam cara berdakwah yang unik dengan gaya teatrikal dengan pesan-pesan dakwah yang praktis dan umum diterapkan pada kehidupan sehari-hari.

Namun demikian, sebagai sosok ulama, ia minim pengalaman di lapangan politik praktis. Dunia moral berbeda jauh dengan dunia politik praktis yang penuh siasat dan intrik. Nampaknya, persoalan tersebut yang mesti ditimbang ulang jika hendak menceburkan diri di dunia politik.
Meski begitu, bukan berarti tidak ada nama tokoh lain yang potensia seperti: Desy Ratnasari, Rieke Diah Pitaloka, dan Agus Suryamal Sutisno . Namun hingga kini, kelima tokoh tersebut memang paling banyak memiliki peluang untuk memenangkan laga Pilkada Jawa Barat.

Pendekatan Budaya

Jawa Barat yang memiliki paling tidak empat segmen budaya memang memerlukan pendekatan pemenangan yang tak bisa dilakukan dengan cara seragam. Strategi yang disusun haruslah berpijak dari masing-masing budaya agar bisa di terima oleh calon pemilih. Bukan hanya soal cara penyampain dalam berkomunikasi, melainkan juga subtansi visi juga harus selaras dan sebangun dengan local wisdom.
Sunda Priangan, Sunda Kulon, Cirebon, dan Betawi sebagai segmen budaya besar di Jawa Barat bukanlah komunitas homogen. Ia merupakan komunitas yang memiliki tradisi dan identitas berbeda sehingga sangat boleh jadi akan berbeda dalam membaca situasi politik.

Masyarakat Cirebon misalnya, bisa jadi memiliki standarisasi kepemimpinan yang berbeda dengan masyarakat Sukabumi yang memegang tradisi Sunda Kulon. Sementara, warga Depok dan Bekasi yang banyak dihuni Betawi, sangat boleh jadi, memiliki perbedaan pandangan politik dengan warga Bandung yang tradisinya Sunda Priangan.

Nah, di titik inilah, para tokoh potensial yang maju sebagai kandidat sebagai gubernur atau wakil gubernur tak boleh salah dalam membaca peta budaya sebagai landasan melakukan kampanye agar efektif serta tepat sasaran. Meski ada banyak variabel lainnya, hemat penulis, persoalan klaster budaya Jawa Barat menjadi salah satu variabel penting yang tak terhindarkan.

Jawa Barat sebagai provinsi yang menjadi penyangga ibu kota, serta memiliki tempat vital seperti waduk Jatiluhur sebagai pemasok kebutuhan listrik di Pulau Jawa, tentu harus mampu melahirkan kepemimpinan yang mumpuni, berkualitas, dan pro-rakyat. Pilkada 2018 adalah Pilkada pertaruhan mewujudkan Jawa Barat lebih maju dan makmur untuk lima tahun kedepan.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...