SURABAYA (TEROPONGSENAYAN)--Kisah inspiratif bisa datang dari siapa saja. Salah satunya, dari kakek Maksum bin Wahab, penarik becak yang mampu naik haji setelah menabung selama 21 tahun, sejak 1996.
Di sebuah perkampungan padat penduduk yang lebar gangnya tidak lebih dari dua meter, duduk seorang kakek di teras rumah sembari melihat ibu-ibu mondar-mandir membawa peralatan dapur.
Ada yang membawa dandang besar, penggorengan, ada juga yang mengangkati tumpukan piring. Mereka terlihat sibuk menyiapkan sebuah makanan untuk porsi orang banyak.
Sang kakek yang tengah duduk itu kadang tersenyum sendiri melihat aktivitas ibu-ibu yang dilihatnya. Ia sadar karena yang dilakukan para tetangga untuk dirinya.
Namanya Maksum bin Wahab, seorang pria renta kelahiran 1938. Wajahnya sudah keriput, rambutnya memutih, namun fisiknya tak seperti kakek berusia 79 tahun.
Ia masih tegap berdiri, lantang tertawanya, bahkan kuat naik turun tangga yang ada di rumahnya. Tak salah sampai saat ini dia masih kuat mengayuh becak dan mengantar penumpang meski jaraknya tidak dekat.
"Dari dulu saya sudah mbecak. Karena dari becak inilah saya hidup dan bisa seperti sekarang," ujarnya ketika ditemui di rumahnya di Jalan Kapasan Samping 3 Surabaya.
Sambil menyantap nasi rawon yang dimasakkan oleh para tetangga, Maksum menceritakan kisahnya. Ia mengaku bersyukur karena tahun ini mendapat kesempatan pergi ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji.
Usai makan, pria 14 anak itu melanjutkan ceritanya. Matanya sesekali sembab dan punggungnya disandarkan di dinding rumahnya yang bercat kuning. Ia mengaku tak bisa menggambarkan dengan kata maupun kalimat bagaimana perasaannya sekarang.
"Tidak berhenti bagi saya mengucap syukur Alhamdulillah karena akan ke Mekkah dan melihat Kakbah langsung. Ini mimpi yang akan menjadi kenyataan," ucapnya.
Gaya bicara sang kakek memang terbata, maklum, meski sejak 1958 sudah tinggal di Surabaya, namun kemampuan Bahasa Indonesianya belum fasih benar. Ia lebih mahir berbahasa Jawa meski kampung kelahirannya adalah Kabupaten Bangkalan, Madura.
Matanya jelas sekali terlihat berkaca-kaca saat ditanya bagaimana kisahnya sampai bisa mengumpulkan biaya berangkat haji meski setiap hari pekerjaannya adalah tukang becak.
Maksum pun tersenyum. Ia mengaku teringat kepergian istri tercintanya, Zainab, yang sudah dipanggil menghadap Allah pada 1996 silam.
Sebab, di tahun yang sama itulah niat Maksum pergi haji muncul. Sesaat setelah istrinya meninggal, ia memberanikan diri menabung dan membuka rekening di bank.
"Saya bilang ke petugas bank mau buka rekening untuk pergi haji. Saya menabung di Simpedes BRI yang ada di dekat rumah. Pertama kali membayar dulu Rp800 ribu," katanya.
Anaknya sudah menikah semua dan tinggal bersama keluarganya masing-masing. Tapi seorang anaknya bernama Soimah dan suaminya, Rusdi, diminta menemani sekaligus menjaganya.
Setiap mendapat rejeki hasil menarik becak, ia menyisihkannya untuk ditabung antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta. Ada rejeki tambahan pun terkadang disumbangkannya ke panti asuhan.
Hingga tahun 2010, total tabungannya mencapai Rp20 juta dan diputuskan untuk mendaftarkan haji. Tujuh tahun berselang, Maksum mendapat kesempatan untuk berangkat menunaikan Rukun Islam kelima tersebut.
"Saya hanya bisa pasrah dan tawaqal, kapan saya bisa berangkat. Syukurlah 2017 ini ternyata terkabulkan," katanya.
Setelah menabung selama 21 tahun dari kayuhan pedal becaknya, akhirnya Maksum memenuhi panggilan Allah berhaji ke Tanah Suci. (plt/ant)