JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengakui Pemerintah sedang berusaha mencari dana alternatif untuk membeli saham PT Freeport.
Menurutnya, dana untuk membeli saham perusahaan tambang tersebut akan diperoleh dari dana pensiun.
Ia mencontohkan, perusahaan asuransi pelat merah yang memiliki unit usaha pengelolaan dana pensiun atau DPLK bank BUMN, serta Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang notabene memiliki program pensiun.
"Bisa melalui obligasi (surat utang), lembaga dana pensiun kan sumber dananya macam-macam. Bisa dari BPJS Ketenagakerjaan, bank atau perusahaan asuransi BUMN,” ujarnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Rabu (30/8/2017).
Sayangnya, Fajar belum merinci opsi pembiayaan saham Freeport. Yang pasti, pendanaan lewat dapen ini menggenapi tiga skema pembiayaan yang sebelumnya dipertimbangkan pemerintah.
Pertama, konsolidasi melalui pembentukan holding perusahaan BUMN tambang. Kedua, melalui perbankan. Ketiga, penerbitan surat berharga korporasi (obligasi) yang nantinya ditunjuk sebagai induk holding usaha pertambangan.
"Dalam pembelian saham divestasi Freeport, pemerintah pusat menjadi urutan pertama. Kemudian, pemerintah daerah dan BUMN. Jika pemerintah mendukung, maka BUMN siap mengeksekusi secara bertahap hingga mencapai total 51 persen," terang Fajar.
Sementara, untuk skema perbankan, Fajar mengungkapkan, pemerintah bisa meminta bank-bank pelat merah untuk membiayai aksi pembelian saham sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang dianut oleh perbankan.
Sedangkan, untuk skema penerbitan obligasi, bukan tidak mungkin PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) yang akan menerbitkan. Dengan syarat, pembentukan holding telah rampung dilakukan.
"Jadi, kalau ada yang bertanya, 'mampu tidak BUMN?' Bu Rini bilang, kita mampu, kita punya aset Rp5.600 triliun. Kalau holding, pasti leverage-nya besar. Kalau kurang, bisa pinjam bank BUMN atau melalui obligasi," imbuhnya. (icl)