JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ketua Komisi XI DPR, Markus Melcias Mekeng mendorong agar pemerintah dan BUMN serius tehadap wacana peleburan atau merger bank-bank BUMN.
"Pemerintah dan BUMN harus buat suatu kajian terhadap bank-bank mana saja yang layak untuk dimerger. Yang pasti bank-bank yang mempunyai pasar yang sama dan saling berebut, buat apa menjadi terpisah lebih baik jadi satu, itu pertama," ujar Mekeng di Kompleks Parlemen Jakarta, Rabu (13/09/2017).
Disamping itu, lanjut dia, keharusan bank menggunakan teknologi juga harus jadi catatan penting.
"Kedua, kedepan persiapannya kan lebih besar atau lebih banyak dititikberatkan ke teknologi dan itu perlu investasi besar. Bayangkan, kalau setiap bank masing-masing mengeluarkan investasi untuk teknologi kan itu sayang. Kalau misalnya dimerger kan jadi efisien," tandas politisi Golkar itu.
"Sekali lagi soal merger ini ada di pemerintah untuk buat kajiannya. Setelah itu baru dibawa ke DPR dan setelah itu baru kita akan lakukan tanya jawab sebelum kasih persetujuan," pungkas dia.
Diketahui, gagasan merger sempat muncul dari calon Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) Sigit Pramono. Saat melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), ia mempertimbangkan penggabungan perbankan BUMN dengan skema merger.
Alasannya, merger dinilai lebih efisien secara waktu dibandingkan holding yang sejak tahun lalu direncanakan, namun sampai saat ini belum terealisasi. Apalagi, landasan hukum holding belum mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
landasarn hukum holding BUMN, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan atas PP Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas (PT).
Bahkan, beberapa waktu lalu, PP holding sempat digugat oleh Mahfud MD atas nama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) dan beberapa pihak lainnya ke Mahkamah Agung (MA). Dengan demikian, pemerintah masih harus menunggu hasil uji materi (judicial review).
Apabila MA melihat pemerintah harus melakukan revisi, maka Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan perlu merancang kembali PP terkait. Sayangnya, Rini enggan memproyeksi waktu dan kajian lain yang disiapkan pemerintah terhadap kemungkinan tersebut.(yn)