Opini
Oleh Syaefudin Simon (Kolumnis/Tenaga Ahli DPR RI) pada hari Sabtu, 16 Sep 2017 - 18:20:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Negara dengan Pendidikan Karakter

64IMG_20170709_155721.jpg
Syaefudin Simon (Kolumnis/Tenaga Ahli DPR RI) (Sumber foto : Istimewa )

Hari-hari ini publik dihebohkan berita “narkobanya” seorang intelektual muda, IJP. Selama ini, IJP dikenal sebagai seorang idealis. Seorang intelektual yang mencerahkan. Lalu, kenapa ‘menyandu’ narkoba?

Nalar publik sungguh tak bisa memahami kasus IJP. Sama seperti tak pahamnya nalar publik terhadap kasus OTT korupsi yang melibatkan penyelenggara negara kaya fulus dan fasilitas.

Lalu, apa yang salah? Karakter! Ya, karakter koruptor dan pecandu narkoba tadi. Dampak kecanduan narkoba dan korupsi itu sungguh luar biasa. Negeri ini nyaris tersungkur.

Korupsi terus menggerogoti semua sendi kehidupan. Tak hanya korupsi uang, tapi juga waktu, kinerja, fasilitas, dan lain-lain. Sedangkan pecandunya, tak hanya narkoba, tapi juga miras, hoax, dan ujaran kebencian. Naudzubillah mindzalik.

Melihat kondisi yang mengerikan ini, saya berpikir ada sesuatu yang salah di tanah air. Dan kesalahan itu niscaya berada dalam lembaga pendidikan. Sejauh ini, tampaknya lembaga pendidikan umum kurang mampu mendidik dan membangun karakter anak-anak bangsa. Alih-alih jebolannya orang-orang baik dan beretika, yang terjadi sebaliknya.

Banyak di antara mereka – produk pendidikan umum itu – adalah koruptor, pecandu narkoba, dan orang-orang beretika buruk. Memang tidak semua. Tapi, orang-orang bejat etika produk lembaga pendidikan umum itu jauh lebih banyak ketimbang produk madrasah dan pondok pesantren.

Kenapa? Sekolah negeri dan swasta umum yang dibiayai negera melalui APBN ternyata kurang berhasil dalam mendidik anak-anak bangsa untuk berperilaku baik, jujur, amanah, dan bertanggung jawab sesuai karakter cita-cita Pancasila. Produk gagal itu muncul karena konsep pendidikannya hanya mementingkan aspek kognisi. Minim spiritualitas, minim emosi, dan minim intuisi

Lihat kegaduhan di kota-kota besar. Anak-anak tawuran, anak-anak saling bunuh, anak-anak merampok, dan anak-anak ngegeng motor sudah menjadi tontonan sehari-hari. Masyarakat suntuk dan kesal melihat kondisi runyam tersebut, seakan-akan tak ada alternatif untuk memperbaikinya.

Di pihak lain, masyarakat tampaknya lupa bahwa ada sistem pendidikan yang jebolonnya berakhlak bagus dan beretika mulia. Sistem pendidikan apa itu? Jawabnya: madrasah dan pesantren.

Publik lupa, kalau anak-anak madrasah dan pesantren nyaris tak ada (kalau tidak bisa dikatakan nol) yang terlibat tawuran, bunuh-bunuhan, rampok-rampokan, dan ngegeng motor. Padahal, mereka – anak-anak didik yang baik itu -- ada di depan kita. Orang-orang lupa sistem pendidikan madrasah dan pesantren telah terbukti menghasilkan orang-orang beradab dan berakhlak mulia tersebut.

Tragisnya, negara pun -- maaf, selama ini – kurang memperhatikan pendidikan madrasah dan pesantren. Hal ini bisa dilihat dari minimnya anggaran APBN yang diperuntukkan pendidikan madrasah dan pesantren tersebut.

Saat ini, anggaran dari APBN untuk pendidikan madrasah dan pesantren – pinjam istilah Dr. Reni Marlinawati, Ketua Poksi Pendidikan Komisi X DPR RI -- hanya “sekedar tempelan” sebagai pelengkap dari APBN untuk pendidikan umum. Bayangkan dari 700 ribuan tenaga pengajar di madrasah dan pesantren, yang digaji resmi negara (baca: menjadi ASN) hanya 120.000-an saja. Ini jelas memprihatinkan. Melihat kondisi inilah, Fraksi PPP DPR RI, mencoba “mengukuhkan pendidikan karakter” melalui pendidikan keagamaan.

Dalam seminar “Menyambut Lahirnya RUU Lembaga Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren” Jumat (15/9), Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, pendidikan karakter telah lama dipraktikkan di madrasah dan pesantren. Di madrasah dan pesantren, kata Menag, ada keterpaduan antara pendidikan kognisi (akal), emosi (rasa), dan intuisi (kreativitas dan spiritualitas). Ketiganya terpadu dalam sistem pendidikan di madrasah dan pesantren, berikut implementasi ril dan keteladanannya.
Sosok teladan yang personifikasinya ada pada kyai pengasuh pesantren ini sangat penting dalam sistem pendidikan karakter. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Guru Besar Psikologi Islam UIN Ciputat, menyatakan, seluruh sistem pendidikan karakter di madrasah, tercontohkan pada teladan kyai. Sehingga anak-anak bisa melihat dan merasakan, apa inti pendidikan karakter itu. Hal inilah yang langka pada pendidikan di sekolah umum.

Kepala sekolah – orang yang paling bertanggung jawab pada lembaga pendidikan umum – fungsinya hanya pimpinan birokrasi. Bukan pimpinan yang mengayomi, mendidik, dan meneladani anak didik seperti para kyai. Itulah sebabnya, pendidikan agama dan pesantren adalah aset masa depan untuk membangun karakter bangsa yang menjanjikan.

Yang lebih menarik lagi, seperti dikatakan Lukman Hakim Saifuddin, lembaga pendidikan madrasah dan pesantren di Indonesia punya karakter tersendiri untuk membangun nasionalisme dan religiusitas. Ciri-ciri pendidikan madrasah dan pesantren tersebut, ungkap Menag, adalah mengajarkan dan mendidik anak agar moderat (tawasuth) dalam bersikap; arif dalam memandang keberagaman (kebhinekaan); luas dalam memahami perbedaan pandangan agama; dan cinta tanah air.

Sistem pendidikan tersebut terbukti menghasilkan orang-orang yang lapang dada, tidak kagetan, tidak anarkis, tidak ekstrim, dan nasionalis. Sejarah telah membuktikan ulama-ulama pesantren adalah orang-orang yang mendukung tegaknya Pancasila. Sejak Pancasila disahkan tahun 1945 dan kemudian timbul perbedaan pendapat yang tajam, ulama-ulama pesantrenlah yang menengahi dan kemudian menyetujui Pancasila sebagai dasar negara dan NKRI sebagai bentuk negaranya. Pancasila dan NKRI, menurut para ulama pondok pesantren saat itu, sudah final. Dalam arti Indonesia adalah negara kesatuan dan Pancasila adalah dasar negaranya.

Masalah ini bukan persoalan mudah. Ternyata untuk mempertahankannya banyak sekali rintangan. Kelompok ekstrim kiri dan kanan yang dulu merongrong negara, kini mulai bermunculan lagi. Radikalisme dan terorisme sebagai bentuk ekstrimisme tumbuh kembali. Lahan pertumbuhannya, seperti dikatakan Wapres Jusuf Kalla, adalah sekolah-sekolah dan perguruan tinggi umum.

Dalam kondisi seperti itu, tragisnya, penghancuran bangsa dengan penyebaran narkoba dan miras marak sekali. Jika hal-hal itu dibiarkan, masa depan bangsa dan negara bisa hancur.

Maka solusinya adalah penguatan pendidikan karakter melalui lembaga pendidikan madrasah dan pondok pesantren. Presiden Jokowi, dalam Mukernas PPP di Ancol belum lama ini mengakui bahwa madrasah dan pesantren punya keistimewaan dalam mendidik karakter para sasntrinya. Dan ini aset yang harus dikembangkan dalam mengembangkan pendidikan karaklter secara nasional.

Tepat sekali apa yang dikatakan Dr. Hj Reni Marlinawati, Ketua Fraksi PPP, pendidikan karakter ini sangat mendesak dan hanya madrasah dan pesantrenlah yang bisa menanganinya. Pengalaman madrasah dan pesantren selama ratusan tahun – jauh sebelum Indonesia merdeka – dalam mendidik karakter para santri patut kita gali dan kembangkan bersama.

Itulah sebabnya PPP mendorong terbentuknya UU Lembaga Penmdidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren agar keterlibatan negara adalah niscaya. Tidak sekadar “tempelan” seperti sekarang.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Ahlan Wa Sahlan Prabowo Sang Rajawali!

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Rabu, 24 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi sudah memutuskan Prabowo Subianto sah sebagai Presiden RI ke delapan. Itu adalah takdir Prabowo yang biasa dipanggil 08 oleh koleganya. Keputusan MK ...
Opini

Jalan Itu Tidaklah Sunyi

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --"Jika Mamah jadi penguasa apakah Mamah akan menjadikan anak Mamah pejabat saat Mama berkuasa?" Itu pertanyaan anakku malam ini. Aku mendengarkan anakku ini. ...