Jakarta
Oleh Alfian Risfil pada hari Selasa, 19 Sep 2017 - 07:41:17 WIB
Bagikan Berita ini :

Lelang di Jakarta Bau Korupsi Gara-Gara BPPBJ DKI Plintir Aturan

4server-rusak-lelang-barang-dan-jasa-pemprov-dki-jakarta-telat.jpg
Server lelang DKI Jakarta (Sumber foto : Dok Istimewa)

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Proses lelang di Jakarta masih bermasalah. Karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap sistem lelang konsolidasi yang nyata-nyata mematikan perusahaan kecil. Kemudian, perlu dilakukan perbaikan dalam Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPBJ) DKI.

Sebab, ada beberapa bangunan yang mangkrak hingga diduga ada juga yang berbau korupsi akibat adanya masalah dalam proses lelang di BPBJ DKI Jakarta.‎

Pengamat lelang Perlindungan Hak Masyarakat Indonesia (LPHMI), Gudmen Marpaung mengungkapkan ada lelang 5 Masjid di DKI Jakarta tahun 2017 dinilai berbau korupsi gara-gara memelintir ketentuan di Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 11/SE/M/2016.

Aturan yang dinilai dipelintir dan dijadikan syarat pemenang lelang adalah huruf E nomor 1 yang berisi ketentuan mengenai tata cara penetapan persyaratan klasifikasi bidang dan kualifikasi usaha dalam dokumen pengadaan pekerjaan konstruksi dan jasa konsultansi konstruksi.

Pengamat Lelang dan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dari Lembaga Perlindungan Hak Masyarakat Indonesia (LPHMI), Gudmen Marpaung, mengatakan, hal itu berimbas pada kacaunya penentuan pemenang lelang.

"Ada 5 kali lelang masjid dan seluruhnya dimenangkan oleh perusahaan yang pemiliknya sama," kata Gudmen ketika dihubungi, Senin (18/9/2017).

Dua perusahaan yang selalu menang, yakni PT. Buaran Mega Sejahtera dan PT. Permata Dwilestari. "Itu pemiliknya sama," jelas Gudmen.

Gudmen menjelaskan, pihak BPPBJ DKI menetapkan syarat pemenang lelang harus pernah membangun Masjid.‎

Dengan mensyaratkan itu membuat banyak perusahaan lain tersingkir.

"Jadi aturan pernah bangun Masjid itu cuma bisa diakomodir oleh perusahaan yang itu-itu saja. Padahal aturannya nggak begitu," kata Gudmen.

Alasan BPPBJ DKI menetapkan begitu karena pembangunan masjid masuk dalam kualifikasi proyek non-kecil (Rp 2,5 milliar ke atas). ‎

Pembangunan 5 Masjid di DKI Jakarta tendernya berada di kisaran Rp 2,5 milliar - Rp 5 milliar.

Sehingga masuk dalam proyek untuk perusahaan dengan kualifikasi non - kecil.

Padahal, jelas Gudmen, dalam aturan huruf E nomor 1 Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat nomor 11/SE/M/2016 tak menyebutkan seperti itu. ‎

Bunyi lengkap aturan itu di huruf E nomor 1B, yakni 'paket pekerjaan dengan nilai Rp 2,5 milliar - Rp 50 milliar disyaratkan Sertifikat badan usaha (SBU) subklasifikasi bidang pekerjaa dan kode subklasifikasi bidang pekerjaan yang diperlukan, yang memiliki subkualifikasi usaha M1 maupun subkualifikasi usaha M2'.

Gudmen menjelaskan, SBU klasifikasi itu berupa Bangunan Gedung (BG), bangunan sipil (SI), instalasi mekanikal (MK), elektrikal (EL) dan jasa pelaksanaann lainnya (PL).

Untuk pembangunan masjid masuk dalam SBU klasifikasi bangunan gedung dimana didalamnya terdapat 9 SBU Subklasifikasi.

Pembangunan masjid masuk dalam subklasifikasi BG009, yakni jasa pelaksana konstruksi bangunan gedung lainnya.

Disitu dipersyaratkan perusahaan yang layak jadi pemenang adalah yang pernah melaksanakan pembangunan baru, penambahan, peningkatan, serta pekerjaan renovasi dari bangunan lainnya seperti rumah ibadah dan penjara.‎

"Jadi di BG009 itu tak ada mengharuskan pemenang lelang mesti pernah membangun masjid. Tapi bangunan lainnya berupa rumah ibadah dan penjara boleh," kata Gudmen. ‎

Makanya, Gudmen menilai motif BPPBJ DKI memelintir persyaratan jadi mesti punya pengalaman membangun masjid agak aneh. ‎

Makanya Gudmen menduga BPPBJ berusaha mengarahkan aturan agar hanya bisa diakomodir perusahaan yang sama secara terus menerus. ‎

"Ada indikasi penyalahgunaan wewenang kalau begini caranya. Masuk korupsi loh itu. Ada di pasal 3 UU 31 tahun 1999," jelas Gudmen.‎

Sebelumnya, Ketua Pokja Tertentu A-1 BPPBJ DKI, Firman, membantah dugaan tersebut. ‎

"Ya nggak ada atur-atur (pemenang). Memang pas dokumen (pemenangnya) sedang bagus saja," kata Firman ketika dihubungi, beberapa waktu lalu.

Firman menyebut dirinya menjamin tak ada penyimpangan aturan dalam lelang Masjid di sejumlah lokasi di Jakarta.

Firman berkeras bahwa yang ditulis dalam BG009 adalah pengalaman dalam pekerjaan sejenis.

Padahal jelas-jelas dalam Perpres disebut pengalaman dalam sub bidang sejenis. ‎

Selain itu, Firman juga berkilah bahwa ketentuan pemenang mesti pernah membangun masjid sebelumnya berasal dari pemegang anggaran. ‎

"Dan yg membuat aturan mau pake SBU yang mana itu bukan BPPBJ, tapi dari pejabat pembuat komitmen (PPK). Pokja hanya meliat kesesuaian dengan SBU yang diinginkan cocok atau tidak," jelas Firman.‎

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Muhamad Taufik menyayangkan, setidaknya ada 18 kasus proyek pembangunan Puskesmas yang dilaksanakan dengan mekanisme lelang konsolidasi yang bermasalah. Selanjutnya, juga terjadi pada rehab berat puluhan sekolah tidak jalan akibat BPBJ tidak transparan dalam lelang. ’’Akibatnya, pembangunan terhambat. Makanya, harus dievaluasi,’’ kata Taufik di Jakarta.

Untuk menghindari kejadian serupa, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI itu mendesak, untuk menghapus sistem lelang konsolidasi. Apalagi, tahun ini ada sebanyak 102 sekolah yang akan rehab total dan 143 sekolah rehab berat dan sedang. Pengerjaan fisik rehab total baru menjangkau 15 sekolah. ’’Saya juga mencurigai, lelang rehab berap pada APBD Perubahan 2017,’’ ungkapnya.

Mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI itu menjelaskan, pemenang lelang dinilai tak semestinya menang,. Sebab harga penawaran sementara (HPS) yang diajukan masih lebih tinggi dengan pesaing lainnya. BPBJ DKI sebelumnya memenangkan PT Murni Konstruksi dalam lelang tender senilai Rp 191 milliar.

Padahal PT Murni Konstruksi memberikan penawaran lelang cukup tinggi dari 3 peserta yang lolos sampai tahapan akhir. PT Murni Konstruksi memberi HPS senilai Rp 180 milliar atau lebih rendah dari HPS PT Multi Struktur senilai Rp 183 milliar. ’’Pak Gubernur DKI Djarot Saiful Hidajat juga mempermasalahkan ini,’’ jelas dia.

Karena itu, Ketua DPD Gerindra DKI meminta, dilakukan audit dan pemeriksaan terhadap BPBJ DKI, oleh inspektorat. Jika, diperlukan oleh aparat hukum dan Badan pemeriksa Keuangan, untuk mengklarifikasi kejanggalan dalam lelang tersebut. ’’Harus segera diperiksa pihak BPBJ. Inspektora turun lah. Ada yang aneh itu,’’ jelas Taufik. ‎

Apapun yang kemudian jadi alasan pihak BPBJ memenangkan PT Murni Konstruksi harus ditinjau ulang sejauh mana netralitasnya. Apabila kemudian diketahui pihak PT Amarta Karya digagalkan karena suatu masalah, pihak inspektorat mesti mengklarifikasi kebenarannya. ’’Kasus itu menambah panjang catatan permasalahan lelang proyek di DKI,’’ tandasnya (aim)

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Jakarta Lainnya
Jakarta

Mahasiswa Kecewa dengan Sikap KPK: Ancam Akan Lapor ke Jokowi

Oleh Sahlan Ake
pada hari Rabu, 10 Agu 2022
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Menggugat kembali melakukan aksi di depan Kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas). Massa aksi ...
Jakarta

Muncul Nama Heru Budi Hartono Pengganti Anies Baswedan, Siapa Dia?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)- Masa jabatan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan habis masa jabatan pada 16 Oktober 2022. Mengingat Pilkada baru digelar 2024, posisi Anies akan diisi oleh penjabat ...