JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Penetapan tersangka terhadap Ketua DPR Setya Novanto diduga dilakukan berdasarkan asumsi para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang didapat dari rangkaian keterangan para saksi yang dikait-kaitkan.
"Jadi masih dugaan-dugaan, asumsi-asumsi. Rangkaian keterangan saksi dijadikan terhubung satu sama lain lalu disimpulkan ini ikut," ujar Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita usai menjadi ahli dalam sidang praperadilan Setya Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (26/9/2017).
Menurutnya, penetapan Novanto sebagai tersangka dalam kasus proyek pengadaan KTP-El tidak tepat. Aerancuan penggunaan bahasa dalam surat dakwaan untuk Irman dan Sugiharto yang kini telah berstatus terpidana kasus KTP-El. "Kalau saya baca inti dakwaan dari KPK yang 141 halaman itu masih jauh," kata dia.
Surat dakwaan Irman dan Sugiharto menyebutkan keterlibatan Novanto menggunakan kata "mempengaruhi" dan "menggerakkan". Romli menjelaskan kedua kata tersebut tidak terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Adanya di konvensi PBB antikorupsi tentang trading influence," kata dia. (aim)