JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menyoroti banyaknya persoalan dalam ibadah haji sejak keberangkatan, di Tanah Suci hingga kepulangannya ke Indonesia. Untuk itu, DPD mendorong agar bimbingan haji harus dioptimalkan.
“Mayoritas jamaah haji berasal dari kampung, terjadi proses migrasi ke kota, naik pesawat ke tanah suci ini perjalanan yang tidak mudah. Karena itu, manasik haji bukan saja menekankan pada proses ibadah, tapi juga kualitas pelaksanaan di lapangan,” kata anggota Komite III DPD Hardi Selamat Hood di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (27/9/2017).
Hal itu disampaikannya dalam dialog kenegaraan ‘Kemana Arah Pengawasan Penyelenggaraan Haji Kita?' bersama Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Sodik Mujahid dan Ketua Rabithah Haji Indoensia Ade Marfudin.
Menurut Hardi, banyak jamaah haji yang mengalami depresi, karena tidak bisa bekelompok dengan orang lain. Baik saat di pemondokan, di pesawat, di tanah suci sampai kepulangannya ke Indonesia.
“Apalagi belum memahami situasi Makkah dan Madinah,” ujarnya.
Belum lagi proses haji di provinsi dan kabupaten/kota yang lama sudah menghabiskan waktu dan membuat jamaah haji kecapekan. Ditambah lagi masalah transportasi, akomodasi, cuaca yang panas, usia yang tua dan sebagainya.
“Masih banyak jamaah haji yang tersesat. Jadi, manasik haji harus ditingkatkan. Apalagi daftar tunggu (waiting list) antara 20 hingga 30 tahun. Waktu menunggu itulah bisa dimanfaatkan untuk bimbingan manasik haji dengan baik,” kata Hardi.
Selain itu, senator dari Kepualauan Riau itu mengusulkan agar toilet dibangun lebih banyak dan lebih bersih, sehingga jamaah haji tidak harus antrean panjang untuk membuat air kecil maupun air besar.
“Untuk itu pula jamaah haji bisa makan dan minum saat haus, sehingga tidak mengalami dehidrasi dan kematian. Seperti yang terjadi saat wukuf di Arafah pada musim haji tahun ini,” pungkasnya.
Hal yang sama diungkapkan Sodik Mujahid. Menurutnya, perlu meningkatkan manasik haji agar jamaah haji tidak mengalami kesulitan di Makkah dan Madinah. Karena sumber masalahnya kembali pada jamaah haji sendiri ketika pelaksanaan haji.
Sodik mengakui jika mu’assasah Arab Saudi sendiri selaku mitra Kemenag RI sering tidak bisa memenuhi janjinya. Bahkan ONH Plus mengalami hal yang serupa atas perilaku mu’assasah tersebut.
Karena itu dia mengusulkan Kemenag RI meminta fatwa MUI agar bisa memprioritaskan 25 % Lansia untuk berangkat haji.
“Kalau mereka ini harus menunggu lebih lama lagi, kan kasihan. Juga yang beresiko tinggi (Resti), sakit-sakitan bisa gak digantikan (badal) kan oleh putra atau keluarganya?,” pungkasnya.
Sementara Ade mengatakan, ibadah haji itu tak terkait dengan angka-angka saja, tapi pelaksanaan ibadah itu harus sesuai dengan syarat dan rukunnya. Misalnya petugas haji tidak asal cabut dan setiap tahun berganti.
“Petugas itu harus profesional, sehingga tak perlu ikut menunaikan ibadah haji. Seperti di Malaysia, petugas haji itu bisa dikontrak sampai tiga tahun,” ungkapnya.(yn)