JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus menggugurkan Mathius Awaitauw sebagai calon petahana Bupati Jayapura dalam Pilkada ulang akhir Agustus yang lalu.
Yusril memberikan tanggapannya atas laporan bahwa Matheus Awitauw telah melakukan pergantian pejabat di kabupaten itu sebelum masa jabatannya berakhir pada 7 Oktober mendatang. Padahal pergantian seperti itu dilarang oleh Pasal 71 ayat (2) UU No 10 Tahun 2016 serta ketentuan Pasal 88 Peraturan KPU No 9 Tahun 2015. Bagi petahana yang melakukannya, dia diancam dengan sanksi dibatalkan atau digugurkan dari pencalonan sebagaimana diatur dalam Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada. Bahkan dalam pasal 88 PKPU No. 9 Tahun 2015 dinyatakan dibatalkan sebagainpeserta. Artinya bukan hanya petahana saja yang dibatalkan tetapi juga calon wakil dari petahana ikut digugurkan sebagai peserta.
Permasalahan Pilkada Ulang Kabupaten Jayapura kini sedang diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi. Sejumlah pelanggaran diduga dilakukan oleh calon bupati petahana Matheus. Selain dugaan berbagai kecurangan, Matheus juga memberhentikan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan Kepala Rumah Sakit Yowari, Jayapura. Salah satu peserta Pilkada Godlief Ohee telah melaporkan pelanggaran yang dilakukan Matheus ke Bawaslu dan KPU Propinsi namun tidak mendapat tanggapan semestinya, sehingga membawa permasalahan itu ke Bawaslu Pusat.
Meski perkara Pilkada ulang Kabupaten Jayapura kini sedang diperiksa Mahkamah Konsitusi (MK), namun Yusril berpendapat bahwa KPU tetap memiliki wewenang mengeksekusi rekomendasi pembatalan Mathius tanpa harus menunggu MK, karena sengketa di MK konteksnya lain.
Menurutnya, ketentuan Pasal 71 ayat 5 UU Pilkada dengan tegas menyebutkan bahwa penjatuhan sanksi pembatalan pencalonan petahana yang melanggar Pasal 71 ayat 2 dilakukan oleh KPU.
"Seharusnya KPU Kabupaten Jayapura bersikap tegas membatalkan pencalonan Matheus karena adanya pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat 2 UU Pilkada dengan mudah dapat dibuktikan dengan SK pemberhentian pejabat di Kabupaten Jayapura," kata Yusril.
Dengan pembatalan itu, terang Yusril, Matheus dapat menggugat KPU ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, untuk mempersoalkan apakah pembatalan atas dirinya beralasan hukum atau tidak.
Di Papua, kata mantan Menteri Kehakiman ini, baik KPU Provinsi maupun KPU Kabupaten sering bermasalah dalam menyelenggarakan Pilkada secara obyektif dan independen. Kalau kasus pelanggaran yang dilakukan petahana dalam Pilbup Jayapura ini tidak dapat diselesaikan oleh KPU setempat, maka sudah selayaknya jika permasalan itu ditarik ke KPU yang lebih tinggi tingkatannya.
"KPU Kabupaten Jayapura, nampaknya tidak akan berani membatalkan pencalonan Matheus, meskipun mereka tahu pelanggaran yang dilakukannya dengan mudah dapat dibuktikan," tandasnya.
Karena itu, menurut Yusril, kewenangan pemberian sanksi harus ditarik ke KPU Provinsi atau bahkan ke KPU Pusat.(yn)