JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting menyatakan bahwa sebaiknya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sesegera mungkin memfungsikan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk mengambil sikap terhadap Setya Novanto.
"Sepatutnya DPR secara kelembagaan menunjukkan posisinya. Dengan berkali-kali mangkir dari kewajibannya untuk diperiksa KPK selaku tersangka, Setya Novanto tidak menunjukkan teladan yang sepatutnya sebagai Ketua DPR," kata Miko melalui keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat (17/11/2017).
Selain itu, kata dia, ditambah dengan kejadian Setnov hendak dijemput oleh KPK, patut dipertanyakan itikad baik dalam menjalankan kewajibannya sebagai warga negara yang taat hukum. Sehubungan dengan fakta-fakta di atas, PSHK berpendapat bahwa sebaiknya DPR sesegera mungkin memfungsikan MKD untuk mengambil sikap terhadap Setya Novanto.
"Tujuan menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Mangkir hingga berkali-kali hingga menghilang saat dijemput paksa oleh KPK harus disikapi sebagai pengabaian kewajiban hukum seorang anggota DPR," tuturnya.
Padahal, kata dia, kode etik dalam Pasal 2 mencantumkan bahwa "anggota bertanggung jawab mengemban amanat rakyat, melaksanakan tugasnya secara adil dan mematuhi hukum".
"Dengan pertimbangan ini, MKD perlu mengadakan sidang untuk memutuskan sikap mereka atas perilaku yang ditunjukkan oleh Setya Novanto," kata Miko.
Menurutnya, proses persidangan oleh MKD itu tidak mengesampingkan penyidikan, penuntutan. dan pemeriksaan sidang pengadilan nantinya terhadap Setya Novanto.
"Proses pengusutan oleh KPK adalah proses yang berbeda dengan proses di MKD. Dalam konteks ini, MKD berfungsi untuk menjaga marwah dan kepercayaan publik terhadap institusi DPR. Proses peradilan terhadap Setya Novanto sudah mulai berjalan dan seharusnya tetap berjalan secara transparan dan akuntabel," ungkap Miko.(plt/ant)