JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Meski sudah menetapkan Setya Novanto sebagai tahanan, namun sepak terjang KPK masih menyisakan sejumlah pertanyaan dalam menangani perkara Ketua DPR RI ini. Mengapa KPK gagal menemukan Setya Novanto pada operasi jemput paksa Kamis malam (16/11/2017) meski ternyata Ketua Umum DPP Partai Golkar itu masih di Jakarta?
Pertanyaan ini yang diungkapkan Ahli Hukum Tata Negara dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Bvitri Susanti. "Malam itu Setnov hilang dan tak ditemukan. Menurut saya, hal ini aneh mengingat KPK memiliki teknologi untuk melacak dan sebagainya," ujar Bvitri dalam diskusi yang digelar di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2017).
Bvitri mengungkapkan penilaian keanehan itu lantaran KPK memiliki semua alat, baik alat hukum maupun teknologi pelacak untuk mengamankan seseorang seperti Setya Novanto. Dan dalam perkembangannya Setya Novanto justru keluar dari gedung DPR RI bersama Hilman Mattauch sebelum akhirnya terkadi peristiwa kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Jakarta, Jumat petang (17/11/2017).
Kejanggalan tersebut, menurut Bvitri, menguatkan dugaan bahwa ada hal-hal yang diketahui oleh KPK tetapi tidak bisa diungkapkan lebih jauh. "Mungkin ada hal-hal yang sifatnya politis sehingga KPK cenderung berhati-hati. Sebab, KPK tahu yang dihadapi adalah orang kuat," tukas Bvitri.
Meski demikian, Bvitri mengakui jika pengaruh politis tidak bisa dilepaskan dari KPK. Bvitri mengingatkan bahwa lembaga antirasuah tersebut tidak bisa lepas dari pengaruh kepentingan, tak terkecuali kepentingan politis.
Dirinya mencontohkan, pimpinan KPK dipilih oleh DPR. Dengan demikian, bukan hal yang mengherankan jika ada kesepakatan-kesepakatan tertentu antara calon pimpinan dengan anggota dewan tersebut. Bahkan Timsel penjaringan pimpinan KPK ditetapkan oleh Presiden.
Faktor lain yang juga dianggap memperkeruh upaya KPK mengamankan Setnov adalah terjadinya perpecahan di internal KPK. Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK, Novel Baswedan, disebut Bvitri sebagai penanda perpecahan dan keberpihakan kepada aktor-aktor politik tertentu.
"Jadi jika ditanya kok KPK tidak bisa menangkap Setnov ? Saya juga punya pertanyaan sama. KPK seharusnya bisa bertindak lebih jauh, lebih tegas dan gunakan semua kemampuannya. Jika dilawan secara hukum pun KPK bisa menghadapi di pengadilan dengan segala argumentasinya," tegas Bvitri yang juga mengapresiasi langkah KPK memindahkan Setnov dari RS Permata Hijau ke RSCM.(dia)