Opini
Oleh Prijanto (Aster KASAD 2006-2007) pada hari Senin, 20 Nov 2017 - 11:14:03 WIB
Bagikan Berita ini :

Gubernur Anies Baswedan di 90Th Kolose Kanisius dan Amandemen UUD 1945

59IMG_20170327_093021.jpg
Prijanto (Aster KASAD 2006-2007) (Sumber foto : Istimewa )

'UUD 1945 setelah amandemen mengamanatkan Pemilu secara langsung. Suka tidak suka, setuju tidak setuju, perhelatan nasional tersebut telah berbuah rusaknya persatuan bangsa dan hilangnya tata krama sebagian bangsa Indonesia serta suburnya dendam politik dari pelaku politik tidak waras dan buta politik beretika, yang berlangsung tiada henti’.

Peristiwa walkout Ananda Sukarlan diikuti beberapa alumni Kolese Kanisius saat Gubernur Anies memberikan sambutan 90 tahun Kolose Kanisius, dan masuk kembali setelah Anies pulang, disoroti ramai di medsos. Mungkin walkout saja tidak begitu masalah. Tetapi persoalannya menjadi serius atas pidato Ananda Sukarlan. Ada nada ketidaksukaan atas kehadiran Anies sebagai pejabat hasil Pilkada langsung. Walau Sukarlan mengatakan bukan masalah politik, tetapi nafas dan perilaku walkoutnya patut ditengarai sebagai pidato politik.

Acara Ultah Berubah Menjadi Panggung Politik

Peristiwa Gubernur Anies di Kolose Kanisius, mirip ketika Norman Hadinugroho menyerang Prijanto di ILC-Ahok : ‘Di Pusaran Kasus Sumber Waras’ (12/4/2016). Di medsos, perilaku Norman dihajar dan ditelanjangi para nitizen, siapa dia sesungguhnya. Begitu juga Ananda Sukarlan, di medsos menuai badai, mulai dari pertanyaan halus, sindiran sampai yang kasar ‘Ananda Sukarlan yang Kurang Ajar’ ( Teropongsenayan.com / 74642).

Sederet nama beken seperti Dr. Batara Hutagalung, Jaya Suprana, Lieus Sungkarisma, Eros Djarot, Bambang Sungkono dari Forum Tionghoa Peduli NKRI, Franz Magnis, Agnes Marcellina, Frangky Hamzanov dan masih banyak lagi, ikut menyoroti perilaku Ananda Sukarlan. Perilaku dan tutur katanya tidak sepadan dengan penghargaan yang diberikan kepadanya, sehingga ada usul sebaiknya Kanisius mencabut penghargaannya.

Anies menyikapi sesuai kelasnya sebagai Gubernur. Anies mengatakan, dirinya menghargai perbedaan dan cara sesorang menyampaikan pendapatnya. Tugasnya sebagai Gubernur menyapa, mengayomi dan menyatukan. Jika ada yang tidak suka, itu dimaknainya sebagai bonus dirinya, kata Anies. Sikap yang tepat, besi dilawan dengan kapas.

Apa yang dilakukan Norman Hadinugroho di ILC kepada Prijanto, dan Ananda Sukarlan kepada Anies adalah peristiwa politik. ILC forum hukum dan di Kanisius acara Ultah, berubah menjadi panggung politik. Strategi permainan politik dalam sebuah forum : (1) angkat dan puji calon sendiri (2) kill the messenger atau hantam dan hujat lawan bicara (3) kacaukan acara walau keluar dari konteks, tampak di kedua peristiwa tersebut.

Strategi kill the messenger untuk menghancurkan karakter lawan politik terbaca. Penghancuran karakter memang permainan politik. Tehnik pembungkaman lawan politik saat ini berkembang dengan cara mengungkap borok lawan, dengan tuduhan korupsinya. Melalui tawar menawar, bila sasaran bersedia berhenti nyinyir atau berbalik mendukung, maka kasus bisa dihentikan dan bisa hilang bak tertiup angin lalu.

Gubernur Anies Sebagai Korban

Jawaban saya atas pertanyaan presenter menjelangpelantikan, apa tugas terberat Gubernur dan Wagub setelah dilantik, menjadi kenyataan. Menyatukan perbedaan dan perpecahan di masyarakat, Parpol di DPRD DKI, dan PNS Pemprov DKI sebagai ekses Pilkada adalah utama dan rumit. Menang dan kalah dalam Pilkada langsung akan terus membawa perbedaan dan perpecahan, yang tidak menutup kemungkinan akan terus merongrong Anies-Sandi.

Tulisan di papan bunga, “Selamat Bertugas Gubernur DKI 2017-2022, Tetapi Bunga Ini Untuk Ahok dan Djarot”, dan peristiwa Gubernur Anies di Kanisius, termasuk juga perilaku anggota DPRD DKI, bukti adanya ekses Pilkada langsung. Dalam hal ini saya berpendapat, Anies merupakan korban UUD 1945 setelah amandemen, yang di dalamnya ada Pilkada langsung, yang menyuburkan ketidaksukaan yang kebablasan dan dendam politik.

Ketidaksukaan dan dendam tersebut bisa juga berangsur redup jika pendidikan politik memadai dan kesejahteraan rakyat terwujud. Persoalannya, kapan Parpol menyelenggarakan pendidikan politik, jika ketidaksukaan dan dendam justru dari para elitenya? Di sisi lain adanya nafsu kaum kapitalis menjarah ke ranah politik dan rakyat lebih tergiur sembako dari pada bicara karakter dan kapasitas calon pemimpin, hal ini juga faktor kesulitan.

Sekelumit Amandemen UUD 1945

Ketidakmengertian, ketidakpuasan, ketidaksukaan sampai suburnya dendam politik akibat Pilpres dan Pilkada langsung, tampak jelas. Degan kata lain, ‘rusaknya persatuan bangsa dan hilangnya tata krama sebagian bangsa Indonesia serta suburnya dendam politik dari pelaku politik yang tidak waras dan buta politik beretika, yang bisa dikatakan berlangsung tiada henti, semua itu buah dari amandemen UUD 1945’.

Suka tidak suka, setuju tidak setuju, setiap orang bisa melihat, mendengarkan dan merasakan, sejak ada Pemilu secara langsung, kondisi masyarakat dapat dikatakan terbelah secara meluas. Di dalam keluarga, di kelompok arisan, WA group, RT/RW, di lembaga eksekutif dan legislatif, kehidupan Parpol, media dan kelompok lainnya, terbelah akibat beda parpol atau beda yang didukung. Walaupun Pilpres dan Pilkada sudah selesai, tetapi perbedaan tetap berlangsung. Kondisi ini tidak boleh dianggap enteng dengan jawaban klasik ‘di alam demokrasi perbedaan itu lumrah’.

Apabila artikel John Mempi “Dibalik Amandemen UUD 1945’ (Citizenjurnalism.com/2016/05/23) benar, maka amandemen UUD 1945 patut diduga skenario asing. John Mempi menulis secara gamblang siapa sponsor, siapa operator, siapa kurir dan peloby, serta agen asing mana sebagai operator dalam melakukan liberalisasi undang-undang di Kementrian. Jadi jangan heran umpamanya dulu ada aturan BUMN dijual perlu pengawasan atau persetujuan DPR, berubah DPR tidak perlu tahu.

Artikel John Mempi menjelaskan UNDP, World Bank, IMF, EU-MEE, AUSAID dll, merupakan sponsor dari American Group dan European & Australian Group. Sedangkan USAID, ELLIPS, NDI, JICA, IDEA, INFID dll, sebagai operator bersama LSM lokal. Ada juga LSM Indonesia sebagai kurir dan peloby ke DPR RI. Sangatlah gamblang, UUD 1945 asli yang disusun oleh pendiri republik ini, yang juga anggota BPUPKI, telah diamandemen dengan ikut campurnya asing.

Pidato Presiden H.E.Donald J.Trump di KTT G20 di Vietnam yang memuji Indonesia, bahwa ‘Indonesia membangun negeri dan institusi demokratis untuk memerintah wilayah yang luas…dst’ dan pujian orang asing di media asing, tetang demokrasi kita yang diukur dari penyelenggaraan Pilkada langsung, sebaiknya tidak meninabobokan. Justru ekses yang terjadi bisa menumbuhkan pertanyaan kritis, adakah Pemilu langsung itu untuk memecah belah bangsa dengan jargon demokratis?

Konon banyak pelaku amandemen UUD 1945 mengaku bersalah. Salah satunya Dr. Fuad Bawazir, secara jujur mengakuinya di depan forum diskusi aktivis. Sesungguhnya banyak purnawirawan TNI/Polri dan aktivis sipil, tidak hanya risau rapuhnya persatuan, tetapi juga sistem politik dan ekonomi. Dalam pembicaraan per telepon, Salamuddin Daeng memiliki pendapat, UUD 1945 ini bermuatan menejemen konflik. Artinya, perpecahan akan terus bergulir tiada henti.

Keprihatinan Setelah Amandemen UUD 1945

Taufiequrahman Ruki, Tedjo Edhi, B. Wiwoho, Amirullah, Tumiyo, Bambang Sumarno, Hatta Taliwang, Zulkifli S Ekomei, Djoko Edhie, Dahrin La Ode, Lily Wahid, Ferdinand Hutaean, Dina Nurul Fitri, Ariady Ahmad, Edwin Sukowati, Bakri Abdullah, Haris Rusly, John Mempi, Salamuddin Daeng, Wawat Kurniawan, Nudirman Munir, dan masih banyak lagi, adalah para sahabat dalam bertukar pikiran karena keprihatinannya melihat situasi dan kondisi negara pascaamandemen UUD 1945.

Ketua MPR RI Dr. Zulkifli Hasan juga memiliki keprihatinan sama, yang tercetus ketika menerima rombongan ‘Gerakan Kembali Ke UUD 1945 Asli Untuk Disempurnakan’ pada 15 Desember 2015. Rombongan waktu itu, diantaranya para sahabat di atas, juga Rahmawati Sukarnoputri, Djoko Santoso dan beberapa aktivis muda seperti Beny Pramula dan Ferdinand Hutaean, pembaca deklarasi dan pernyataan. Aktivis muda tersebut layaknya Soekarno dan Hatta ketika mengaum-ngaumkan tuntutan kemerdekaan Indonesia.

Adanya keprihatinan terebut, muncul pertanyaan, apabila bangsa ini merasa tersesat, dan mendambakan persatuan seperti sebelum UUD 1945 diamandemen, mengapa kita tidak kembali ke UUD 1945 asli untuk disempurnakan? Bukankah ada doktrin atau ajaran cara berjalan di medan, jika tersesat kembalilah ke titik pangkal terus lakukan reorientasi kembali?

UUD 1945 asli, adalah UUD 1945 sebelum amandemen, terdiri Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan, dan disahkan 18 Agustus 1945 dalam Sidang PPKI. Penyempurnaan dengan adendum, diarahkan agar penyelenggaraan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila, serta pemerintahan yang tidak otoriter, tidak militeristik, tidak liberal dengan Presiden orang Indonesia asli yang masa jabatannya dibatasi. Di samping itu terwujudnya pemerintahan yang menegakkan HAM, dan kekayaan alam yang menguasai hajat rakyat dikelola negara.

Cepat atau lambat kita akan mati. Bisakah kita memberikan Indonesia yang utuh dalam kondisi baik kepada anak cucu dan keturunan kita? Apa gunanya kita menumpuk harta benda dengan segala cara jika kelak anak cucu dan keturunan kita tidak menikmati Indonesia lagi? Jangan terlena dengan pujian sebagai negara demokrasi yang besar karena menyelenggarakan Pemilu secara langsung. Karena itu keinginan mereka. Jangan serahkan negeri ini kepada bangsa asing. Semoga, Insya Allah, amin. (*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...