Opini
Oleh Zeng Wei Jian pada hari Jumat, 24 Nov 2017 - 07:51:42 WIB
Bagikan Berita ini :

Anies Destroys Corporatocracy

29IMG_20171113_172013.jpg
Zeng Wei Jian (Sumber foto : Istimewa )

Anies Baswedan menutup cela "corporatocracy" dalam pemerintahannya. Dia bisa mandiri menentukan policy. Dia singkirkan peran swasta menggaji "staf-staf" gubernur.

"Corporatocracy" rules artinya sistem ekonomi dan politik dikontrol oleh kepentingan korporasi swasta. "Statecraft" dan prestise Kepala Pemerintahan dilecehkan.

Menurut Jeffrey Sachs, dalam bukunya yang berjudul "The Price of Civilization" (2011), Amerika Serikat adalah negara "corporatocracy". Salah satu ekspresinya adalah peran korporasi sebagai donor dalam setiap pemilu.

C. Wright Mills (1950) menyebut Bos-bos korporasi dengan istilah "power elite". Dalam konteks Jakarta, power elite ini bisa menggendalikan gubernur-boneka. Mereka yang menentukan policy.

Tampaknya, Anies Baswedan ngerti hal ini dengan baik. Dia tolak intervensi korporasi. Mungkin, dia paham analisa Edmund Phelphs (2010).

Phelphs mengatakan, "the cause of income inequality is not free market capitalism, but instead is the result of the rise of corporatization."

Stupid society mengira kekayaan para tycoon, bos-bos mediocre dan OKB merupakan hasil usaha keras. Padahal, seringkali kekayaan itu adalah buah dari "collaborative effort" antara penguasa dan pengusaha.

Pengusaha modalin kampanye dan bikin mesin politik. Bahasa halusnya: "kontributor". In return, penguasa kasi proyek dan rilis regulasi yang mengakomodir kepentingan bisnis si pengusaha. "Donors expect government favors in return," kata David Gill (Soft money and Hard Choices).

Bila ini terjadi, artinya, semi-monopolistic system akan berlaku. Perusahaan pesaing akan dimatikan secara legal. Atas dasar favoritisme atau politik balas budi.

The people should not trust wealthy boss. Mereka Money-obsessed creature. Sistem politik corrupted beri mereka 'far more influence'. Dari dulu, para capitalist ini ngga ragu-ragu mengadopsi pola praxis de-creative destruction. Karena itu, mereka harus out dari Balai Kota.

Mana ada sih, swasta bayarin operasional antek-antek gubernur dan bikin booth-booth ngepul KTP dukungan untuk politisi karbit for free?(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...