ADA benang merah yang bisa ditarik dari penyelenggaraan Pemilihan Presiden (Pilpres) yang diadakan pada 9 Juli 2014 dengan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar. Munas Partai Gokar ada dua versi, yaitu Munas Bali yang dimenangi Aburizal Bakrie dan Munas Jakarta yang dipimpin HR Agung Laksono.
Dalam Pilpres, Prabowo Subianto - Hatta Rajasa memilih jalur hukum karena tak puas dengan hasil perhitungan dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Prabowo - Hatta akhirnya secara legowo mengakui kemenangan Jokowi-JK setelah seluruh proses hukum ditempuh, dan inkracht.
Semula, kubu Prabowo- Hatta dikhawatirkan menghambat proses pelantikan presiden/wapres di Gedung Parlemen di Senayan pada 20 Okrober 2014. Namun, kkhawatiran itu sama sekali tak terbukti. Sebab, pendukung Prabowo-Hatta, yaitu Koalisi Merah Putih (KMP) yang menguasai pimpinan MPR justru memberikan jaminan bahwa proses pelantikan Jokowi-JK akan berjalan lancar.
Proses Pilpres hingga pelantikan berjalan lancar karena sudah tidak ada lagi pihak yang menolak. Pihak yang kalah, yaitu pasangan Prabowo-Hatta sudah mengakui kekalahannnya berdasarkan keputusan hukum yang berlaku mengikat. Apa kaitannya dengan Munas Partai Golkar?
Sudah seharusnya, jika ada pihak yang kalah dan tak puas, ditempuhkan proses hukum dengan berbagai cara. Setelah seluruh proses hukum ditempuh dari tingkat pertama hingga kasasi dan peninjauan perkara (PK), terbitlah putusan hukum yang bersifat mengikat.
Dengan demikian sudah tidak ada satu celah pun untuk menggugat kepengurusan yang ada. Mau tak mau, pihak yang kalah akan mengakui kekalahannya. Jika tahap itu ditempuh, maka kepengurusan yang ada dapat melaksanakan seluruh program yang sudah diputuskan di munas, termasuk mengganti kepengurusan Fraksi Partai Golkar (FPG) di DPR maupun MPR secara mulus. Perombakan juga bakal terjadi di pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan (AKD).
Saat ini, proses hukum belum selesai. Walaupun Menkumham sudah mengakui keberadaan pengurus Partai Golkar kubu Agung Laksono, namun kubu munas Bali yang dipimpin Aburizal Bakrie akan menggugat kepengurusan yang bakal disahkan oleh Menkumham Yasonna H Laoly, bisa melalui jalur PUTN maupun pengadilan umum.
Dengan demikian, langkah Agung melakukan perombakan di FPG DPR dan MPR, komisi dan AKD tak akan mulus karena pihak yang mengesahkan perombakan itu, yaitu pimpinan DPR dan MPR masih akan menunggu sampai proses hukum tuntas dan menghasilkan keputusan yang mengikat (inkracht). Kebetulan, pimpinan DPR dan MPR saat ini dikuasai oleh KMP. Bisa jadi, Aburizal Bakrie akan legowo seperti Prabowo mengaku kemenangan Jokowi walaupun tak puas setelah putusan inkracht itu memenangkan Agung. Tapi tak tertutup kemungkinan kubu Ical yang diputuskan menang, sehingga Agung juga harus legowo mengakui kepemimpinan Ical, sapaan Aburizal. Jadi bersabarlah. (b)