JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - DPP Pemuda Tani Indonesia mengadakan Seminar Nasional dengan Tema “Revisi UU Anti Monopoli: Demi Kepentingan Siapa?” Selasa (5/12/2017). Acara yang dilaksanakan di Ruang Pansus B DPR RI ini dihadiri oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), YLKI, Kadin, Apindo serta Guru Besar Universitas Indonesia sebagai pembicara.
Dewan Pembina Pemuda Tani Indonesia, H. Willgo Zainar, MBA selaku keynote speaker dalam seminar ini mengatakan pembangunan ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang menganut sistem ekonomi kerakyatan.
“Sampai saat ini kasus persaingan tidak sehat kerap ditemukan dan disidangkan KPPU dan menjadi perhatian besar dalam dunia usaha. Cukup banyak kasus kasus monopoli pada sektor pertanian yang terjadi di Indonesia. Banyaknya kasus monopoli yang ada, menimbulkan tanda tanya, jangan-jangan apakah paradigma KPPU dengan pengusaha dalam memandang praktik monopoli dan persaingan tidak sehat tidak sama?” katanya.
Menurutnya, perbedaan paradigma tersebut harus dijembatani dan dikomunikasikan antar pemangku kepentingan, baik pemerintah, KPPU, pengusaha maupun konsumen. Namun terlepas dari perbedaan paradigma tersebut, Pemuda Tani Indonesia memandang revisi UU Anti Monopoli haruslah tetap dalam semangat membangun perekonomian sesuai dengan pasal 33 UUD 1945, pungkasnya.
Dalam penyajian materi, Dendy R Sutrisno dari KPPU mengapresiasi diskusi yang diselenggarakan oleh Pemuda Tani seperti ini. Forum ini bermanfaat bagi KPPU untuk menghimpun aspirasi dari berbagai pihak.
“Karena selama ini KPPU memiliki resiko yang tinggi dalam menjadi lembaga anti monopoli di Indonesia. KPPU kerap dianggap sebagai lembaga yang mencari-cari kesalahan pengusaha. Di sisi lain, KPPU juga rentan dicurigai masyarakat sudah “berdamai” dengan tersangka dalam berbagai kasus. Oleh karena itu pada era keterbukaan seperti saat ini, KPPU berusaha untuk terbuka terhadap publik,” ucap Dendy
Kadin yang diwakili oleh Suryani Sidik Motik, juga mengatakan harus ada kerjasama antara pengusaha besar dan kecil di semua sektor terutama sektor pertanian. Sehingga akan terjadi iklim persaingan yang sehat.
“Kadin juga mendukung penuh penguatan kelembagaan KPPU dalam revisi UU Anti Monopoli. Sehingga KPPU dapat optimal dalam menegakkan peraturan tersebut. Selain itu untuk menjaga integritas anggota KPPU diperlukan juga suatu komite etik yang direkrut dari tokoh masyarakat yang mengerti hukum bisnis,” tegas Suryani.
Anton Supit yang mewakili Apindo berpendapat, persaingan memang hal yang wajar. Khususnya dalam dunia bisnis. Anton juga menyinggung banyaknya kasus yang terjadi pada perusahaan yang belum divonis bersalah namun sudah muncul di media seolah-olah perusahaan itu sudah melakukan pelanggaran.
“Sehingga citra perusahaan tersebut sudah rusak sebelum ada keputusan pengadilan. Oleh karena itu, kami meminta adanya azaz praduga tak bersalah dalam menjalankan fungsi dan wewenang KPPU. Anton juga setuju penguatan lembaga KPPU adalah hal mutlak yang harus dilakukan guna menciptakan iklim persaingan yang sehat dalam dunia usaha,” kata Anton.
Dalam lanjutan diskusi, Sudaryatmo, Pengurus Harian YLKI mengatakan, adanya KPPU telah memberikan dampak yang positif bagi konsumen. Konsumen harus berterimakasih kepada Pemerintah melalui KPPU. Karena produk-produk yang sampai di konsumen memiliki kualitas bagus dan harga yang sesuai.
Menurut Prof Inne Minara, Guru Besar UI, bahwa Undang Undang Anti Monopoli merupakan pegangan Pemerintah dalam mengatur ekonomi.
“Demokrasi ekonomi menghendaki adanya kesempatan yang sama bagi tiap warga negara dalam proses produksi dan pemasaran produk dan atau jasa dalam iklim yang sehat, efektif dan efisien sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Perlu disadari bahwa hukum persaingan usaha adalah “instrumen ekonomi”. Maka tidak tepat apabila hanya dilihat dari aspek hukum semata. Monopoli itu tidak salah, yang dilarang itu praktik monopoli atau perilaku usaha yg tidak sehat,” tutup Prof. Inne.
Ketua Panja RUU Anti Monopoli, Azam Azman Natawijaya menjelaskan kelahiran KPPU pasca reformasi banyak memberi manfaat. Namun seiring perkembangan jaman, sudah saatnya UU Anti Monopoli direvisi.
"Revisi tersebut memuat 7 substansi baru dalam regulasi. Memperluas definisi pelaku usaha, mengubah notifikasi merger, mengubah besaran sanksi, pengaturan mengenai pengampunan, memunculkan pasal yang mengatur tentang penyalahgunaan posisi tawar dominan pada perjanjian kemitraan yang melibatkan UMKM, upaya meningkatkan efektivitas pelaksanaan fungsi penegakan hukum oleh KPPU dan memperkuat kelembagaan KPPU serta menempatkan dalam sistem ketatanegaraan bangsa Indonesia sejajar," ucapnya.
Senada dengan Azam, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohamad Hekal mengungkapkan bahwa semangat merevisi UU Anti Monopoli, haruslah dipandang sebagai upaya mengembalikan semangat pasal 33 UUD 1945. Revisi UU Anti Monopoli didesain untuk memperkuat pencegahan terhadap praktik monopoli yang merugikan bangsa khususnya generasi yang akan datang. (icl)