JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)-- Wakil Ketua DPRD Provinsi Lampung, Pattimura mengungkapkan telah terjadi negara dalam negara di Kabupaten Tulang Bawang, Lampung. Praktek pelanggaran itu terjadi akibat pencaplokkan tanah oleh PT Sugar Group Companies (SGC) di dua kecamatan, yaitu Dente Teladas dan Gedung Meneng, Lampung.
Hal itu diutarakan Pattimura saat diterima Komisi II DPR RI di komplek gedung parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (7/12/2017). Dia bersama sejumlah anggota DPRD Lampung menemui pimpinan dan anggota Komisi II DPR RI yang membidangi Agraria melaporkan pelanggaran yang dilakukan SGC.
"Ada kejanggalan-kejanggalan yang terjadi, ada paradoks disana, masuk ke wilayah negara dalam negara, masuk dalam wilayah kompleks itu seperti negara dalam negara, dua kecamatan disana mau masuk ke kampung harus naro KTP orang-orangnya," kata Pattimura.
Bahkan, menurut penuturan Pattimura orang wafatpun harus meninggalkan KTP di daerah yang dia sebutkan itu."Pokoknya masuk ke daerah itu seperti masuk negara dalam negara itu yang terjadi," tambahnya.
Politisi Gerindra ini mengaku khawatir persoalan ini akan menjadi konflik yang bisa menimbulkan korban jiwa. Sehingga, ia mengharapkan Komisi II DPR segera mengambil sikap serius terhadap pelanggaran ini.
Pattimura mrmguraikan pencaplokan tanah yang dilakukan PT SGC sudah seperti jaringan gurita. Hal ini terjadi lantaran para pengambil keputusan tidak mempunyai kekuatan untuk membela masyarakat yang selama ini diabaikan oleh status tanah Hak Guna Usaha (HGU).
"Ini jaringannya seperti Gurita. Saya juga jadi khawatir, jangankan masyarakat biasa, para pengambil keputusan, para elite ini juga mati ketakutan. Saya gak tahu, dia mati ketakutan atau mati keenakan," tuturnya.
"Ini perlu kita dobrak, karena kita yakin bahwa Orba saja bisa kita lakukan perubahan, apalagi ini perusahaan orang perorang," tambahnya.
Untuk itu, tegas Pattimura, DPRD Provinsi Lampung mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) bersedia transparansi menyelesaikan konflik tanah yang terjadi di kawasan Lampung tersebut
"Kami minta transparansi BPN. Kami panggil Kanwil BPN beserta seluruh jajarannya, tapi tidak ada data yang berarti yang diberikan oleh BPN," tukasnya.
"Kami minta data-data copy sampai sejauh mana HGU-HGU nya sampai hari ini tidak dikasih BPN Kanwil. Karena isu utamanya adalah ada perbedaan antara HGU yang diberikan dengan wilayah tanah yang dilakukan. Ada kesenjangan 40 ribu hektar yang terjadi disana, maka isu utamanya adalah ukur ulang," tegasnya.(dia)