Opini
Oleh Muhamad Khabib (Relawan Jokowi Jawa Tengah 2014) pada hari Sabtu, 20 Jan 2018 - 13:34:14 WIB
Bagikan Berita ini :

Bagian Masalah Ekonomi Negara Itu Sendiri, SMI Perlu Dievaluasi

54IMG_20180120_132513.jpg
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (Sumber foto : Istimewa )

Tak mungkin mengharapkan kebangkitan ekonomi Indonesia sesuai cita cita Tri Sakti dan Nawacita selama sosok pemegang kendali kebijakan ekonomi masih dipegang orang seperti Sri Mulyani Indrawati (SMI).

Di sisa waktu pemerintahan Jokowi yang tinggal dua tahun ini, kondisi ekonomi Indonesia belum juga ada perubahan yang berarti. Pertumbuhan ekonomi hanya dikisaran 5%, ketimpangan ekonomi masih tinggi, akses kredit Perbankan untuk rakyat kecil masih rendah, daya beli masyarakat tidak bergairah, dsb.

Niat baik dan kerja keras pak Jokowi justru tergerus dari dalam lingkarannya sendiri, diantaranya oleh sepak terjang dan kinerja SMI yang tidak nyambung dengan program agenda kerja pemerintahan Jokowi.

Rekam jejak SMI yang konon sering memboyong penghargaan berkelas internasional ternyata hanya casing belaka. Karena faktanya berbanding terbalik dengan kemanfaatan untuk bangsa dan negaranya sendiri.

Kita ingat kasus Century yang merugikan negara hingga triliunan rupiah yang menyeret nama SMI. Kita juga ingat skandal utang berbunga tinggi yang merugikan negara hingga Rp 121 Triliun dan USD 6,7 Miliar dari penerbitan Surat Utang Tahun 2006 - 2010 sebagaimana yang pernah di bongkar Peneliti Lingkar Studi Perjuangan (LSP) Gede Sandra.

Logika dan nalar rakyat begitu sangat sederhana memahami persoalan tersebut, bagaimana mungkin orang seperti SMI dapat memperbaiki ekonomi negara jika dirinya sendiri justru bagian dari masalah ekonomi negara itu sendiri.

Bagi rakyat hitung-hitunganya sangat sederhana. Kita ambil contoh dari skandal penerbitan Surat Utang Tahun 2006 - 2010 yang dilakukan SMI pada waktu itu sebagai menteri Keuangan dengan jumlah 121 T dan kira-kira 90 T (USD 6,7M equel Rp 13.300,-) yang diberikan SMI kepada pemberi utang (asing).

Andai saja uang sebanyak itu disalurkan kepada Ibu-Ibu rumah tangga sebagai bentuk pinjaman modal usaha kecilnya seperti program "Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera" (Mekaar) yang digulirkan PT Permodalan Nasional Madani (PNM Persero), dengan memberikan pinjaman Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per ibu rumah tangga, maka kira-kira akan ada 85 juta ibu rumah tangga yang akan mendapatkan bantuan modal usaha seperti tersebut yang terbukti manfaatnya besar dan tingkat kredit macetnya sangat kecil yakni sekitar 0,21 persen.

Tapi bagi SMI, model keberpihakan ekonomi seperti itu barangkali tidak masuk dalam rumus nalar ekonominya. SMI lebih memilih uang sebanyak itu diberikan kepada segelintir pemberi utang dalam bentuk bunga utang (yield), tak lain hanya demi mendapatkan puja-puji para asing yang notabene pemberi utang tersebut daripada diberikan kepada para Ibu Rumah tangga untuk menunjang usaha kecil ekonomi keluarga.

Pemerintahan Jokowi dengan cita-cita besar Tri Sakti dan Agenda Nawacita sudah pasti terseok seok dengan model ekonomi gaya gaya SMI itu. Kebutuhan rakyat yang menghendaki agar presiden Jokowi kembali melanjutkan kepemimpinanya untuk periode yang kedua karena dianggap jujur, dekat dengan rakyat, dan tipe pemimpin pekerja keras harus terbentur dengan gaya ekonomi SMI yang lebih mementingkan internasional asing dan ambisi penghargaan pribadinya. Sudah semestinya SMI di evaluasi ulang dengan sisa waktu yang tinggal dua tahun ini agar cita-cita dan agenda kerja pemerintahan Jokowi dapat terwujud tuntas sebagaimana yang pernah dicita-cita bersama Rakyat dan para Relawan Jokowi pada 2014 silam.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Rabu, 17 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...
Opini

Wawasan Yusril Sempit Untuk Bisa Membedakan Ahli Ekonomi, Ahli Hukum, atau Ahli Nujum

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024 (bukan April Mop), saya hadir di Mahkamah Konstitusi dalam kapasitas sebagai Ahli Ekonomi, terkait sengketa Perselihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya ...