JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menilai, revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) tidak kompreshensif.
"Kelihatannya (pembahasan revisi UU MD3) membatasi diskursus kursi pimpinan. Dalam proses revisi ini hanya bagaimana menyenangkan PDIP sebagai partai peraih kursi terbanyak dengan memberikan jatah satu kursi di level pimpinan," ujar Lucius melalui keterangan pers yang diterima TeropongSenayan, Sabtu (20/1/2018).
Lucius mengatakan, seharusnya revisi UU MD3 itu tidak berdasarkan paket tetapi menggunakan sistem proposional. Di mana, yang menjadi pimpinan DPR RI adalah lima partai politik terbesar dalam setiap Pemilu.
Ia pun juga menyesalkan sikap PDIP yang menerima usulan agar revisi UU MD3 hanya penambahan kursi pimpinan. Seharusnya, partai moncong putih itu, yang merupakan partai pemenang pemilu harus bisa merubah revisi UU MD3 itu tidak menggunakan sistem paket lagi.
"Sehingga seharusnya PDIP menginisiasi revisi MD3 tak sekedar pada perubahan jumlah kursi pimpinan DPR sehingga mengakomodasi fraksinya, tetapi harus mengubah mekanisme pemilihan pimpinan agar tidak lagi menggunakan sistem paket yang telah menggusur jatahnya sebagai pemenang Pemilu," katanya.
"Jadi paling ideal revisi MD3 harus dilakukan secara menyeluruh, tidak hanya terkait kursi pimpinan saja, tetapi menyangkut aspek-aspek lain yang dirasa sebagai kendala bagi DPR dalam menghasilkan kerja-kerjanya sebagai wakil rakyat. Misi pembaharuan UU harus diproyeksikan untuk suatu jangka waktu tertentu ke depannya bukan justru untuk melayani syahwat partai-partai berkuasa akan kursi dan kursi," tambahnya.(yn)