JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Laode M. Syarif meminta lembaga yang dipimpinnya mendapatkan kewenangan mengusut korupsi swasta yang tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Dalam KUHP, harus ada pasal yang mengatakan bahwa KPK juga memiliki kewenangan penanganan tindak pidana korupsi swasta," katanya di Jakarta pada Sabtu (20/1/208) lalu.
Saat ini, DPR sedang memfinalisasi Rancangan Undang-Undang KUHP, yang menyepakati tindak pidana korupsi sektor swasta, yaitu yang murni dilakukan pihak swasta tanpa mengikutsertakan penyelenggara negara dimasukkan ke KUHP.
Korupsi sektor swasta sudah masuk Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi Konvensi PBB Antikorupsi (UNCAC). Namun dalam legislasinya masih banyak kekurangan sehingga hal tersebut akan diatur di RUU KUHP. "Tapi penegak hukum yang berwenang untuk melakukan penindakan terhadap korupsi sektor swasta hanya Polri dan kejaksaan," ujar Laode.
KPK, menurut dia, tidak dimasukkan sebagai penegak hukum yang bisa mengusut korupsi tingkat swasta karena Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 hanya memberikan kewenangan terhadap dugaan tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara. "Dalam KUHP sebelumnya, yang merupakan peninggalan Belanda, tidak diatur kewenangan untuk mengusut korupsi di sektor swasta," ucapnya.
Ia pun menilai, jika korupsi sektor swasta hanya dapat diinvestigasi Polri dan kejaksaan, hal tersebut adalah suatu kesalahan atau kebodohan berpikir. "Karena tidak ada alasan filosofi/sosial/legal yang dapat membenarkan hal tersebut," tuturnya.
Laode bahkan menilai KUHP Indonesia bisa jadi bahan tertawaan karena KPK dilarang menyidik atau menuntut korupsi sektor swasta padahal semua lembaga antikorupsi di negara lain, seperti ICAC, CPIB, SFO, FBI, dan SPRM, melakukan penyidikan korupsi sektor swasta dan publik. (aim)