JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) - Penasehat Fraksi PKS DPRD DKI, Triwisaksana menanggapi adanya rumor interpelasi yang digulirkan oleh Fraksi PDI-P dan Nasdem.
"Interpelasi itu kan hak politik yang melekat di anggota dewan, ya.. silahkan saja. Tapi perlu diingat juga dalam menggunakan hak ini kan ada mekanisme dan aturan mainnya," kata Sani, Jakarta, Rabu (24/1/2018).
Wakil Ketua DPRD Jakarta ini menilai, hal tersebut bagian dari dinamika politik yang juga harus direspon secara positif oleh Anies-Sandi.
Sedangkan Fraksi PKS sendiri, tambah Sani, sampai saat ini belum sama sekali tertarik untuk ikut-ikutan soal interpelasi yang dimotori partai berlambang banteng.
"Apalagi, menurut saya persoalan yang dibawa untuk melakukan interpelasi justru persoalan yang pro kepada rakyat kecil Jakarta," katanya.
Sebelumnya, Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta berencana mengajukan hak interpelasi kepada Gubernur Anies Baswedan. Interpelasi diajukan karena beberapa kebijakan Anies yang dianggap menabrak UU.
"Bolak balik saya sudah sampaikan dengan banyaknya UU yang dilanggar oleh Pak Anies dan Pak Sandi, Fraksi PDIP sedang mengkaji ke arah interpelasi. Arah kita akan ke sana," kata Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono, di Gedung DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (24/1/2018).
Interpelasi adalah hak legislatif untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.
Untuk merealisasikan rencana itu, Fraksi PDIP bersama NasDem akan melakukan safari politik ke fraksi-fraksi lain yang ada di DPRD DKI. Bahkan, partai berlambang banteng moncong putih itu akan mengajak Fraksi Gerindra dan PKS.
"Apakah itu bisa kita tindak lanjuti? Hari-hari ke depan akan kita matangkan, kita komunikasikan dengan fraksi-fraksi yang lain agar niat kita untuk membangun Jakarta yang lebih baik bisa kita wujudkan bersama-sama. Kita komunikasi kan ke semuanya termasuk dengan Gerindra dan PKS," papar Gembong.
Fraksi PDIP menyebutkan setidaknya dua kebijakan Anies yang melanggar UU. Pertama, penataan kawasan Tanah Abang, kedua mengenai pemberian izin penyelenggaraan kegiatan besar di Monas.
Untuk penataan kawasan Tanah Abang, kebijakan yang dianggap melanggar UU yakni penempatan PKL di salah satu ruas jalan di depan Stasiun Tanah Abang. Kebijakan tersebut dinilai melanggar peraturan tentang lalu lintas.
Sedangkan kebijakan pembukaan Monas untuk kegiatan masyarakat dinilai telah mengesampingkan Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995.
Menurut aturan tersebut, Monas seharusnya menjadi kawasan yang steril untuk kegiatan-kegiatan besar karena berdekatan dengan Istana Negara. (icl)