JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Salah satu upaya dalam mengatasi persoalan banjir di Ibu Kota DKI adalah Pemprov DKI harus mempercepat program normalisasi sungai-sungai yang ada. Namun, upaya tersebut masih terkendala berbagai persoalan. Salah satunya soal ganti rugi kepada warga.
Hingga kini soal ganti rugi dari normalisasi yang akan dilakukan Pemprov DKI, memang masih dikeluhkan beberapa warga.
Eka (47) misalnya, salah satu warga terdampak banjir luapan Ciliwung di jalan Arus, Cawang, Jakarta Timur ini menjelaskan, bahwa sebenarnya beberapa RT yang ada di bantaran Ciliwung sudah siap pindah karena adanya normalisasi Ciliwung.
Namun, kata dia, karena belum adanya realisasi ganti rugi maka sampai saat ini masih banyak yang memilih tinggal di bantaran sungai.
"Iya ada normalisasi, tapi belum jelas kapan ganti ruginya. Tahun lalu dengar kabar katanya tahun ini, cuma enggak tau juga gimana selanjutnya," ucap Eka ditemui di Jakarta, Kamis (8/2/2018).
Eka mengungkapkan, bahwa warga terdampak banjir luapan Ciliwung di jalan Arus, Cawang, Jakarta Timur, juga sempat di kunjungi Gubernur DKI Anies Baswedan pada Selasa (6/2/2018) kemarin.
Sebagian warga, lanjut Eka, bercerita kepada orang nomor satu di Jakarta tersebut bahwa ini merupakan pertama kalinya banjir besar lagi setelah lima tahun lalu.
"Kalau banjir besar baru kali ini dari lima tahun lalu, tapi kalau yang tahunan paling hanya sampai sebetis aja," ucap Eka.
Eka mengatakan, memang untuk permukiman yang di bantaran Sungai Ciliwung masih sering terkena dampak banjir tahunan. Lantaran hal tersebut, rata-rata rumah warga dibangun dua lantai untuk mengamankan perabotan elektronik.
"Paling tidak sekarang sudah tidak kayak dulu lah, mudah-mudahan enggak ada susulan lagi (banjir), kasihan cucu saya enggak bisa sekolah," kata Eka memelas.
Selain Eka, Samsuri (43) juga mengatakan hal senada. Menurut dia, ini merupakan banjir terparah setelah lima tahun lalu.
"Posisi rumah saya ini lebih ke atas, biasanya banjir cuma di bawah, di rumah-rumah yang dekat Sungai dan seberang Carrefour," ucap Samsuri warga RT 10 RW 02 Jalan Arus.
Samsuri menceritakan, pada Senin (5/2/2018) pagi, air baru sampai jalan di depan rumahnya dengan ketinggian sekitar 15 cm.
Namun, setelah magrib, air mulai naik hingga menutup teras rumah dengan ketinggian lebih dari 60 cm.
"Kalau di rumah saya saja sudah segitu, bagaimana yang di bawah. Bisa tinggal atapnya saja kan," ucap Samsuri.
Ia mengatakan, warga jalan Arus khususnya yang di bantaran Ciliwung sudah biasa dengan banjir, namun tidak sampai yang besar seperti saat ini.
"Biasa banjir cetek aja, makanya saat siang diberitahukan mereka enggak mau langsung dievakuasi, malah pilih tinggal di lantai atas rumahnya. Baru saat malam naik mereka minta tolong dijemput petugas," ucap dia.
Adapun tiga RT di Kelurahan Pengadegan, Jakarta Selatan, masih terendam banjir. Lurah Pengadegan, Muhammad Mursid, mengatakan, kantor kelurahan Pengadegan saat ini dijadikan tempat pengungsian akibat banyaknya warga yang mengungsi.
Saat ini, kata dia, warga masih ada yang mengungsi. Sebab hingga kini RT 05, 06 dan 07 RW 01 masih terendam banjir setinggi 20-90 sentimeter.
"Wilayah RT 05, 06, dan 07 berada di cekungan. Jadi masih tergenang," ujarnya.
Mursid menuturkan, karena letak kantornya tidak jauh dari wilayah permukiman warga, maka dijadikan tempat pengungsian dan posko banjir. Tempat pengungsian di Pengadegan ada sebanyak empat titik.
Keempat titik pengungsian tersebut masing-masing Kantor Kelurahan Pengadegan, SDN 03 Pengadegan, Kantor Kecamatan Pancoran dan Madrasah.
"Hingga siang ini, tercatat masih ada 1.094 jiwa yang mengungsi di empat titik tersebut," ungkap Mursid.
Menurut Mursid, pasokan logistik di kelurahannya terbilang cukup. Dapur umum yang telah didirikan mampu membuat 500 porsi makan. Pihaknya sendiri mendapat bantuan makanan siap saji dari Palang Merah Indonesia (PMI).
"Kami banyak mendapatkan bantuan dari SKPD terkait. Ada juga dari kecamatan," tandasnya.(plt)