JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap melakukan pemanggilan kepada siapa pun, termasuk anggota dewan untuk pengusutan kasus.Pemanggilan itu tidak tunduk kepada pasal imunitas UU MD3 karena menggunakan UU KPK sebagai dasar hukum.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif menyampaikan ketegasan itu menanggapi pengesahan pasal imunitas anggota dewan dalam pengusutan kasus hukum. Pasal tersebut tercantum dalam revisi UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang kemarin disahkan sebagai undang-undang. Salah satu pasal menyatakan, penegak hukum harus mendapatkan izin presiden dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelum memanggil anggota dewan.
"Menurut saya UU MD3 bertentangan dengan MK sebelumnya. Kalau sudah dibatalkan karena bertentangan dengan Konstitusi dan dibuat lagi, secara otomatis kita menganggapnya bertentangan dengan konstitusi. Tapi ini sudah disepakati. Tugas masyarakat kalau mau judicial review," kata Laode di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Laode juga menilai pasal tersebut melanggar prinsip umum hukum Equality before the law. Dengan prinsip ini, tidak boleh ada keistimewaan kepada siapa pun.
"Itu seluruh dunia tidak boleh ada keistimewaan. Saya (Laode), Pak Agus Raharjo, dan Basaria Panjaitan kalau mau dipanggil polisi tidak perlu izin siapa-siapa. Presiden pun tidak membentengi dirinya dengan imunitas seperti itu. Makanya saya kaget," katanya.
Meski demikian, lanjut dia, KPK sudah mempuyai UU tersendiri untuk melakukan pemanggilan kepada siapa pun, termasuk anggota dewan.
"Kalau itu kita sudah jelas ada UU KPK. UU KPK tidak perlu izin untuk itu dan itu sudah kita lakukan berkali-kali," tegasnya.
Sebelumnya rapat paripurna DPR mengesahkan revisi UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sebagai undang-undang. Hanya saja, terdapat empat pasal kontrovesrsi yang rawan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Anggota Fraksi PPP Arwani Thomafi mengatakan, keempat pasal itu adalah penambahan kursi pimpinan MPR dan DPR, hak imunitas DPR, kewenangan untuk memanggil paksa, dan bisa memidanakan orang yang menghina DPR. Dari dua pasal tersebut, PPP sangat getol mempersoalkan penambahan kursi pimpinan MPR dan DPR, serta hak imunitas anggota dewan. (plt)