JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mendapat kewenangan sekaligus tanggung jawab baru pascapengesahan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3) sebagai undang-undang.Kewenangan baru itu pula yang memicu polemik dan menydeot perhatian publik.
Sebelumnya, revisi UU MD3 telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPR,Senin, 12 Februari 2018 petang.Dari delapan fraksi, dua fraksi menyatakan menolak pengesahan,yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan dan Fraksi NasDem.
Penolakan tersebut dipicu oleh pasal kontroversi, terutama tentang skema pemanggilan anggota DPR dalam kasus hukum (pasal 245). Selain itu, juga ada pasal yang membolehkan DPR melakukan tindakan hukum terhadap pihak luar yang dinilai merendahkan martabat dewan (pasal 122).
Kedua pasal tersebut bermuara kepada bertambahnya kewenangan MKD.
Pasal 245 menyebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR sehubungan dengan terjadinya tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas terlebih dahulu mendapatkan pertimbangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) sebelum mendapatkan persetujuan Presiden bagi aparat hukum.
Melalui pasal tersebut, MKD berwenang memberi pertimbangan atas pemanggilan dan pemeriksaan anggota dewan dalam kasus hukum. Pertimbangan inilah yan akan menjadi dasar bagi presiden untuk memberikan atau tidak memberikan izin pemeriksaan anggota dewan.
Selanjutnya pasal 122. Dalam pasal ini MKD diberikan kewenangan oleh DPR untuk mengambil langkah hukum kepada orang, kelompok atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR.
Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny G Plate menyatakan, pasal 245 UU MD3 bertentangan dengan putusan Nomor 76/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi. Lewat putusan in, MK membatalkan kausul izin MKD bagi Anggota DPR yang dipanggil, permintaan keterangan oleh penegak hukum terkait tidak pidana hanya perlu dengan persetujuan Presiden.
Menurut Johnny, seperti dikutip dari siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (13/2/2018), revisi UU MD3 membuka peluang terbentuknya oligarki kekuasaan di DPR.
"Terbuka peluang DPR RI akan semakin dikritisi masyarakat dan citra DPR RI pasti akan lebih memburuk," ucapnya.
Sebelumnya Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi mengatakan, masyarakat akan khawtir dipidana jika mengkritik DPR.
"Kritikan terhadap DPR akan semakin surut karena pengkritik bisa dipidana. Ini sama halnya dengan membunuh demokrasi," tegas dia.(plt)