JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Kalangan dunia usaha mengeluhkan klausul dalam RUU Sumber Daya Air (SDA) yang dianggap menghabisi peran swasta. DPR diharapkan turut memperhatikan nasib dunia usaha jika ruu in disahkan menjadi undang-undang.
Benang merah tersebut mengemuka dalam diskusi "Quo Vadis RUU Sumber Daya Air" yang digelar Fraksi Gerindra DPR RI di Kompleks Parlemen,Senayan,Jakarta, Selasa (13/2/2018).
Perwakilan Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) Rachmat Hidayat mengeluhkan minimnya peran swasta dalam ruu ini.
"Dalam draf RUU SDA negara tak memberikan keleluasaan pengelolaan air kepada swasta. Ini dapat mengancam keberadaan perusahaan swasta yang selama ini ikut menopang hajat hidup orang banyak. Sebab, dalam RUU itu jelas-jelas tidak boleh melibatkan swasta," ujar Rachmat.
Rahmat juga mengaku bingung karena RUU SDA mendorong agar sumber daya air dibuka seluas-luasnya untuk masyarakat. Menurut dia, hal ini sangat membahayakan keberlangsungan Industri Air Kemasan.
"Draf di pasal 58 ayat 1 disebutkan bahwa perusahaan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) sama seperti penyedia air minum dalam pipa. Yang berarti berhubungan infrastruktur. Padahal kita ini manufaktur," terangnya.
Persoalan selanjutya menyangkut perizinan. Dalam ruu ini, perizinan untuk industri pengelolaan air hanya diberikan kepada perusahaan-perusahaan BUMN dan BUMD.
"Kalau begitu terus, swasta mau dikemanain yang selama ini berkiprah dan berkontribusi membangun negeri dengan mengalirkan air ke sumber tertentu agar masyarakat dapat mengaksesnya," jelas dia.
Menanggapi keluhan tersebut, Ketua Komisi V DPR RI yang juga Sekertaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI Fary Djemy Francis memastikan pihaknya segera mencari formulasi yang tepat terkait hal tersebut.
Fraksi Partai Gerindra, kata dia, siap memberikan formulasi agar masyarakat dan pihak swasta tetap diakomodir dalam RUU SDA.
"Harus ada ruang bagi masyarakat untuk memanfaatkan sumber daya air. Nah untuk itu formulasinya harus terakomodasi dari kedua pihak," ujar dia.(plt)