JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) -- Sekjen PPP Arsul Sani tak masalah dengan Pasal 73 di revisi UU MD3 soal pemanggilan paksa pihak yang mangkir dari panggilan DPR tanpa alasan yang jelas. Hanya saja Arsul tak setuju jika langsung dilakukan penyanderaan.
"Soal pemanggilan paksa kami oke. Tapi kami nggak setuju kalau sudah dipanggil paksa lalu disandera. Kami juga mengingatkan bahwa itu harus diatur secara detil di dalam MD3," kata Arsul dalam diskusi di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/2/2018).
"Nggak bisa diatur lewar aturan di bawah UU, misal dengan aturan Polri gitu," jelasnya.
Kemudian ia juga menyampaikan ketidaksepahaman F-PPP soal Pasal 122 huruf k yang menyebut penghina DPR dapat dipidanakan. Menurutnya definisi pasal tersebut terlalu abstrak.
"Saya sudah bilang, jangan pakai istilah 'merendahkan kehormatan', itu abstrak. Kami sarankan pencemaran nama baik misal yang lebih familiar," tuturnya.
Arsul menduga revisi UU MD3 memang akan menimbulkan kegaduhan publik. Ia meyakini, masyarakat tidak sepenuhnya paham maksud pasal-pasal yang dinilai membuat DPR antikritik dan kebal hukum dalam UU itu.
"Saya sudah perkirakan ini bakal geger. Bakal membuka tafsir yang tidak dibayangkan internal DPR," kata Arsul
Ia pun menyebut pengesahan pasal dalam UU MD3 pada Senin (12/2/2018) terlalu tergesa-gesa. F-PPP, kata Arsul, sudah meminta revisi UU No 17/2014 itu dibahas lebih lama dan disahkan pada masa persidangan DPR berikutnya.
"Bagi Fraksi PPP ya terburu-buru. Kita sudah bilang jangan terburu-buru lah. Minimal ada satu kali masa sidang lagi. Kita dengarkan ahli dan lain-lain," sebutnya.
Diketahui, F-PPP sempat melakukan aksi Walk Out (WO) saat sidang paripurna pengesahan RUU MD3. Saat itu, Ketua F-PPP Reni Marlinawati hanya menyinggung ketidaksetujuannya soal revisi penambahan kursi pimpinan MPR.
Terkait Pasal 73, sebelumnya Polri menyebut akan mengkaji lebih dulu. Kajian itu didasari apakah aturan itu bertentangan dengan aturan melekat pada polri atau tidak.
"Kami melakukan kajian apakah itu selaras dengan aturan yang melekat atau tidak," kata Kabag Penum Divisi Humas Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul, Rabu (14/2/2018).
Ia mengatakan sejatinya Polri sebagai eksekutif akan melaksanakan undang-undang. Namun dalam pelaksanaan teknisnya akan mengkaji terlebih dulu. (aim)