JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Desakan agar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mundur dari jabatannya dinilai tidak proporsional.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Umum DPP Ikatan Alumni Universitas Diponegoro (IKA UNDIP) Akhmad Muqowam di Jakarta, Minggu (18/2/2018).
"Kecenderungan desakan untuk mundur tersebut merupakan sesuatu yang tidak proporsional dan cenderung politis. Bahkan mungkin ada kepentingan pihak tertentu yang ingin menjadi Ketua MK," beber dia.
Muqowam, menilai, teguran lisan Dewan Etik MK terhadap Arief Hidayat lantaran bertemu Komisi III DPR tidak tepat dijadikan dasar pihak-pihak yang mendesak mundur.
Muqowam mengaku, dirinya mendapatkan informasi apa adanya terhadap apa yang dilakukan Arief Hidayat.
Arief, kata dia, sesungguhnya sudah mendapatkan izin dari Dewan Etik secara lisan, karena terkait aturan teknis penjadwalan atas akan adanya fit and proper test hakim MK di Komisi III DPR RI. Bahkan pertemuan itu dilakukan secara terbuka, dihadiri banyak orang, baik anggota DPR maupun Sekretariat Komisi III DPR.
"Tidak ada yang rahasia, apalagi ada deal politik," jelas Anggota DPD RI itu.
Dengan demikian, ujarnya, DPP IKA UNDIP akan bertemu Arief Hidayat. IKA UNDIP sebagai wadah alumni akan membantu dan mengkomunikasikan pada berbagai pihak, sehingga pihak-pihak tersebut dapat bersikap adil serta proporsional.
"DPP IKA DPP UNDIP akan melakukan pertemuan dengan MK dalam waktu dekat ini," pungkas Muqowwam.
Sebelumnya, Sebanyak 54 profesor dari sejumlah perguruan tinggi mendesak Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat untuk mundur dari jabatannya.
"Sebanyak 54 guru besar menyikapi kondisi dan situasi di mana Ketua MK sudah cukup melanggar etik sebagai ketua maupun hakim MK," kata pengamat hukum dari Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, Bivitri Susanti, dalam konferensi pers di STHI Jentera, Jakarta, Jumat, 9 Februari 2018.
Bivitri, yang merupakan fasilitator 54 profesor yang mendukung MK, mengatakan mereka sebetulnya ingin mengingatkan rekannya sesama profesor, Arief Hidayat, soal etik dan moral yang kedudukannya lebih tinggi dari hukum. Arief merupakan guru besar ilmu hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah.
Arief Hidayat baru-baru ini dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran ringan oleh Dewan Etik karena bertemu sejumlah pimpinan Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta. Ia diduga melobi pemimpin Komisi III hingga pemimpin fraksi di Dewan agar memberikan dukungan kepadanya sebagai calon tunggal hakim konstitusi.
Sebelum itu, pada 2015, Arief berurusan dengan Dewan Etik karena terbukti memberikan katebelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono. Katebelece terkait dengan permintaan Arief kepada Widyo untuk memberikan perlakuan khusus kepada kerabatnya, yang menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Trenggalek.(yn)