Opini
Oleh Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, WAKASAD dan Dubes Jepang) pada hari Senin, 19 Feb 2018 - 18:21:31 WIB
Bagikan Berita ini :

Mencegah Jadi Negara Vassal Modern (2)

43IMG_20170426_095624.jpg
Sayidiman Suryohadiprojo (Mantan Gubernur Lemhanas, WAKASAD dan Dubes Jepang) (Sumber foto : Istimewa )

Kondisi yang Memperkuat Bahaya

Kondisi masyarakat dewasa ini serta sifat manusia Indonesia sangat memperkuat bahaya ini. Manusia Indonesia yang punya potensi kecerdasan cukup tinggi membuatnya fleksibel menghadapi berbagai keadaan dan mudah menerima sesuatu dari luar. Dalam sejarah itu dibuktikan dengan masuknya semua agama ke Indonesia dan mendapat pengikut yang cukup banyak dan bermutu.

Akan tetapi sayangnya potensi ini kurang diimbangi dengan kemampuan menolak karena pengaruh Alam yang membuat manusia Indonesia terkenal ramah tapi juga menimbulkan sifat manja mental yang berakibat kelemahan daya juang. Keadaan itu merupakan sebab utama mengapa Indonesia dapat dijajah begitu lama ketika setelah sirnanya Majapahit tidak timbul Kepemimpinan yang andal.

Hal itu juga tampak dalam perjuangan menegakkan kemerdekaan pada tahun 1945 hingga 1950. Sebagian besar bangsa tidak secara aktif turut berjuang dan cenderung ikut kepada pihak yang kuat. Untung saja ada satu golongan sebagai pengecualian dari sifat lemah bangsa; golongan itu secara aktif dan gigih memperjuangkan kemerdekaan negara dan bangsa. Meskipun bersifat minoritas golongan ini berhasil merebut simpati dan dukungan dunia serta di pihak lain mempersulit penjajah membangun kembali kekuasaannya di Indonesia.

Golongan yang minoritas itu dapat memaksa penjajah mengakui kemerdekaan bangsa dan kedaulatan negara Indonesia. Mula-mula bekas Penjajah berhasil untuk membuat perumusan yang mengikat negara baru itu menjadi negara vassal Belanda. Akan tetapi kembali karena keuletan dan kegigihan Golongan Pejuang yang minoritas dalam waktu kurang dari satu tahun ikatan yang menjadikan Indonesia vassal Belanda dapat dipatahkan dan berdirilah Republik Indonesia yang sepenuhnya merdeka dan berdaulat.

Maka mayoritas bangsa yang nyatanya tidak turut berjuang memperoleh nikmat kemerdekaan sebagai hasil perjuangan. Di samping golongan mayoritas dan golongan Pejuang ada segolongan kecil yang amat setia kepada penjajah dan setelah tahun 1950 meninggalkan Indonesia turut ke Belanda. Inilah sejarah yang nyata dan hingga kini belum ada perubahan dalam kondisi bangsa; golongan pejuang belum menjadi mayoritas.

Kurangnya Semangat Pejuang luas dampaknya dan bahkan mempengaruhi Kepemimpinan. Rencana melakukan Nation and Character Building atau membangun Negara dan Bangsa dengan berkarakter dan berideologi Pancasila tidak dilakukan dengan kesungguhan dan intensitas yang tinggi. Akibatnya adalah bahwa Pancasila tidak kunjung menjadi kenyataan dalam kehidupan masyarakat.

Hal ini membuka peluang bagi masuk dan meluasnya pengaruh sikap hidup dunia Barat berupa Individualisme, Liberalisme dan Materialisme, apalagi setelah banyak warga Indonesia menjalankan pendidikan di AS. Juga terbuka peluang bagi komunisme dengan PKI sebagai pembawanya. Padahal sebetulnya adanya Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 PKI telah cacad besar dan tidak boleh aktif kembali di Indonesia. Juga terjadi usaha sebagian umat Islam untuk mendirikan Negara Islam dengan jalan kekerasan.

Ini semua adalah akibat ketledoran Kepemimpinan Nasional untuk melakukan Pembangunan Negara dan Bangsa secara sungguh-sungguh dan intensif sejak 1950. Hal ini merupakan faktor yang menguntungkan pihak-pihak yang berambisi menjadikan Indonesia satu Negara Vassal bagi kepentingannya.

Kerawanan lain yang berkembang akibat kurangnya Semangat Pejuang adalah bahwa Ekonomi Indonesia makin didominasi golongan yang diragukan kesetiaannya kepada Indonesia. Dalam masa penjajahan pihak Belanda membagi masyarakat Indonesia dalam tiga golongan, yaitu golongan kaum Belanda dan Eropa lainnya , golongan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen ) meliputi warga China, Jepang, Arab, India , golongan Pribumi (Inlanders, Inheemsen).

Golongan Pribumi masih dibedakan antara mereka yang beragama Kristen dan Katolik dengan yang bukan Kristen Katolik. Dalam struktur ini golongan Belanda dan Eropa adalah kelas atas, sedangkan golongan Timur Asing kelas menengah dan Pribumi kelas bawah dengan yang bukan Kristen Katolik paling bawah. Di kelas menengah warga China dan keturunan China paling banyak jumlahnya dan juga dominasinya.

Sebagai kelanjutan kondisi ini dan tanpa adanya usaha Pembangunan Negara dan Bangsa secara sungguh-sungguh dan intensif, Indonesia Merdeka mengalami dominasi Ekonomi oleh warga China dan keturunan China. Dominasi ini makin kuat dengan berkembangnya kemampuan warga China dan keturunan China hasil pendidikan lebih bermutu di luar negeri dan adanya ikatan antara mereka, baik antara yang kaya dengan yang kaya maupun yang kaya membantu yang belum kaya. Juga diperkuat tumbuhnya hubungan dan koneksi mereka dengan pihak luar negeri yang sama kepentingan ekonominya.

Meskipun belum ada studi mendalam tentang dominasi Ekonomi Nasional tapi ada perkiraan bahwa golongan China yang menurut Sensus Penduduk tahun 2012 berjumlah 12 juta orang atau 5% dari jumlah penduduk RI menguasai 80% Ekonomi Nasional. Menurut perhitungan Forbes tahun 2016 dari 20 orang terkaya di RI hanya ada 2 orang Pribumi dan 1 orang keturunan India, sedangkan 17 orang adalah keturunan China.

Semua ini tidak ada masalah bagi Indonesia kalau golongan China atau mayoritas mereka setia dan loyal kepada NKRI. Namun dalam kenyataan sekalipun mereka lahir dan tumbuh serta menjadi kaya di Indonesia dan berstatus Warga Negara Indonesia hanya sebagian kecil mereka benar-benar setia kepada Indonesia. Sebagian besar adalah opportunis yang memihak kepada mana yang kuat dan menguntungkan mereka serta ada yang berorientasi kepada negara leluhur China. Hal ini makin menjadi persoalan ketika pemerintah China menganggap semua orang keturunan China sebagai warga China, tanpa melihat apakah mereka menjadi warga negara bangsa lain.

Ketika China berkembang menjadi kekuatan kedua terbesar dunia maka hanya WNI keturunan China yang kuat rasa keterikatannya dengan Indonesia yang tidak berpihak tanah asalnya. Dengan kekuatan ekonomi WNI keturunan China yang tidak setia kepada RI, baik karena bersikap opportunis maupun yang anggap Indonesia hanya sebagai “ayah angkat” sedang ayah kandung mereka adalah China, diperkuat oleh usaha yang berpusat di China dan mungkin juga Singapore untuk secara diam-diam menguasai Indonesia (silent penetration), bahaya bagi NKRI menjadi negara vassal adalah nyata.

Kerawanan Indonesia ditambah dengan masalah usaha menjadikan Indonesia bagian dari Khilafah Islam. Sebenarnya umat Islam di Indonesia pada awalnya sudah merupakan golongan yang sepenuhnya mendukung eksistensi dan jayanya Republik Indonesia. Ummat Islam di Indonesia yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sudah sejak 18 Agustus 1945 bersedia untuk mengakui Pancasila sebagai Dasar Negara, yaitu Pancasila tanpa disertai Piagam Jakarta, untuk menjaga agar seluruh rakyat Indonesia yang tinggal di wilayah dari Sabang ke Merauke dan yang menganut berbagai agama dan kepercayaan hidup dalam kebersamaan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Malahan belakangan ummat Islam di Indonesia itu menyatakan diri sebagai ummat Islam Nusantara. Dengan pernyataan itu mereka menegaskan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila adalah sikap dan pendirian final. Tidak ada pikiran membentuk satu negara Islam Indonesia, apalagi menjadi bagian dari satu kalifah yang berpusat di bagian lain dunia.

Akan tetapi sejak di Timur Tengah ada gerakan yang mengutamakan Islam di atas umat lain dan atas dasar itu hendak membangun kembali kalifah yang meliputi seluruh umat Islam dunia atau sekurangnya umat Islam di beberapa negara seperti yang dulu ada, mula-mula lewat gerakan Al Qaeda dan kemudian NIIS, maka gerakan itu menimbulkan daya tarik pada sementara kalangan umat Islam di Indonesia.

Timbul organisasi Islam yang berpaham ekstrim-radikal dan menolak segala pikiran dan paham yang tidak sesuai dengan paham mereka. Mulai anggota organisasi itu menyusun diri untuk mengembangkan Indonesia sebagai bagian dari gerakan di Timur Tengah itu. Dukungan keuangan yang bersumber gerakan di Timur Tengah membuat gerakan Islam ekstrim-radikal di Indonesia makin berkembang. Dan belakangan ini nampaknya kepemimpinan di NU dan Muhammadiyah kalah pengaruh pada kalangan muda Islam sehingga ada kesan bahwa ummat Islam di Indonesia sudah beralih menjadi Islam Radikal. Inilah bahaya kedua bagi Indonesia menjadi negara vassal, yaitu vassal dari kalifah yang berpusat di Timur Tengah.(bersambung)

TeropongKita adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongKita menjadi tanggung jawab Penulis

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...