Opini
Oleh Ahmad Yani pada hari Kamis, 15 Mar 2018 - 10:09:19 WIB
Bagikan Berita ini :

Konsensus Jakarta, Konsensus Indonesia

58IMG_20180313_170855.jpg
Ahmad Yani (Sumber foto : Istimewa )

Sosok Anies Baswedan memang sangat handal untuk merawat jakarta. Dengan kemampuan yang dilandasi pada basis keilmuan, kecendekiawanan sebagai muslim, serta kesahajaan dalam bekerjakeras membangun Jakarta, ada semacam kesan, Anies ingin mengajak warga Jakarta dapat turut serta merasakan pesta panjang bagi warganya.

Anies ingin mengajak seluruh elemen warga Jakarta turut berpesta, bukan dengan hura-hura atau pesta yang hanya didominasi oleh kalangan tertentu warga Jakarta saja, akan tetapi berpesta dengan membangun konsensus baru, konsensus yang sekian lama tidak lagi dirasakan oleh warga Jakarta, yaitu konsensus Jakarta untuk Kita, Kita untuk Indonesia.

Meminjam gagasan Jurgen Habermas, bahwa konsensus tidak selalu hadir dalam ruang konflik, akan tetapi konsensus berkaitan dengan interaksi antarmanusia. Maka kaitannya dengan komunikasi, sebagai sosok pemimpin Jakarta modernisasi diandaikan sebagai komunikasi yang bebas dominasi. Tidak karena seorang Gubernur, komunikasi harus mengusung dada, tidak menerima kritik dan membatasi ruang publik bagi kalangan warga Jakarta. Oleh karena itu, Anies terus menerus mengajak warganya untuk melahirkan bebas dominasi, agar pencapaian konsensus baru dapat tercapai.

Mengutip Pidato Bung Karno seperti yang disampaikan Prof. Siti Zuhro saat Pelantikan MN Kahmi di Jakarta, pidato Sukarno, “Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!” Inilah pesan keberpihakan tanpa mendominasi, maka sudah sepatutnya semua elemen dapat memanfaatkan ruang publik yang telah dibuka sebagai cara Anies Baswedan membangun konsensus baru.

Untuk mewujudkan sebuah konsensus baru, diperlukan adanya kesepahaman bersama antara Anies dengan seluruh elemen warga Jakarta tanpa harus menimbulkan konflik yang dapat mempersulit terwujudnya konsensus baru. Bukan berarti "kesepahaman" dimaknai tanpa kritik, justru sebaliknya "kritik" sangat diperlukan untuk memperkuat perwujudan konsensus baru.

Dalam tataran praksis, sejak menjabat sebagai Gubernur DKI di Tahun 2017, Anies telah menunjukkan langkah positif sebagai pembuktian bahwa konsensu baru " konsensus Jakarta untuk kita, kita untuk Indonesia" melalui langkah politiknya, Anies telah menghapus stigma kepemilikan ruang publik yang semula begitu didominasi oleh para orang kaya, bermobil, borjuis dan elitis. Tindakan mencabut peraturan kendaraan roda dua masuk kawasan Sudirman-Thamrin secara tersirat Anies telah memangkas jalan yang sebelumnya didominasi kalangan tertentu.

Pada konteks filosofi, Anies yang sejak semula berkehendak akan hadirkan keadilan sosial di Jakarta, Anies telah merebut ruang publik dari pihak-pihak dominan, maka berbagai kebijakan sebelum Anies menjabat, berbagai kebijakan tidak lagi dilandasi atas pilihan, namun pada ketundukkan. Akibatnya telah terjadi kemerosotan, ruang publik menjadi ruang dominasi. Kini berbeda. Sangat mengandung nilai filosofis, ketika seorang Anies menyampaikan "kita sering lebih tahu pelanggaran rakyat kecil ketimbang rakyat besar, padahal pelanggaran rakyat kecil karena kebutuhan, sementara pelanggaran orang-orang besar karena keserakahan."

Dari titik itu, yang diperlukan adalah menjaga stabilitas untuk terwujudnya konsensus baru. Kita tidak perlu lagi memaksakan kehendak yang dapat merugikan elemen warga Jakarta seperti sistem penyerapan air hotel-hotel berbintang. Lagi, sebelum saya akhiri, Hubermas, bahwa interaksi senantiasa harus terus berlangsung, sehingga diperlukan adanya partisipan yang aktif. Konsensus secara rasional niscaya tidak akan lahir dengan kekerasan atau paksaan. Selamat menyongsong konsensus baru Anies "Jakarta untuk Kita, Kita untuk Indonesia."(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...