JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Bank Dunia menyatakan rasio utang pemerintah Indonesia saat ini masih rendah, ketimbang negara-negara dengan tingkat ekonomi maju maupun berpendapatan menengah.
"Utang Indonesia masih yang terendah diantara negara-negara emerging maupun advanced secara ekonomi," kata Ekonom Utama untuk Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander dalam pemaparannya di Jakarta, Selasa (27/3/2018).
Gil Sander menjelaskan, rasio utang pemerintah Indonesia yang berada pada kisaran 29 persen terhadap PDB ini juga didukung oleh pengelolaan yang baik sehingga tidak rentan dengan risiko fiskal. (Baca juga: Alasan Faisal Basri Sebut Utang Pemerintah Mengawatirkan)
"Indonesia telah memiliki kebijakan fiskal yang prudent dan berhati-hati, sehingga pengelolaan utang masih terjaga dalam tingkat yang rendah," katanya.
Untuk itu, menurut dia, tidak ada kekhawatiran yang berlebihan mengenai kondisi utang pemerintah Indonesia yang bisa mengganggu kinerja perekonomian dalam jangka menengah panjang. (Baca juga: Menkeu Pastikan Penggunaan Utang Tidak Akan 'Ugal-ugalan')
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengklaim, penggunaan utang pemerintah sudah dilakukan dengan hati-hati sesuai dengan pengelolaan APBN yang selama ini berlaku.
"Bagi mereka yang menganjurkan agar pemerintah berhati-hati dalam menggunakan instrumen utang, maka anjuran itu sudah sangat sejalan dengan yang dilakukan pemerintah," kata Sri Mulyani dalam pernyataan tertulis. (Baca juga: Utang Pemerintah Meroket, Heri Sebut APBN Makin Tercekik)
Sri Mulyani mengatakan penggunaan utang merupakan bagian dari pengelolaan APBN yang dilakukan secara bertahap dan hati-hati, agar perekonomian tidak mengalami kejutan dan mesin ekonomi menjadi melambat.
Untuk itu, ia menegaskan pengelolaan utang saat ini belum terlalu mengkhawatirkan karena masih dikendalikan jauh dibawah ketentuan Undang-Undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.
"Oleh karena itu, hanya menyoroti instrumen utang tanpa melihat konteks besar dan upaya arah kebijakan pemerintahan jelas memberikan kualitas analisis dan masukan tidak lengkap dan bahkan dapat menyesatkan," jelas Sri Mulyani.(yn/ant)