Opini
Oleh Effendi Ishak pada hari Minggu, 22 Apr 2018 - 18:59:33 WIB
Bagikan Berita ini :

Memprediksi Sebuah Hasil Penyelenggaraan Pemilu

4820180422_185417.jpg
Effendi Ishak (Sumber foto : Istimewa)

Secara hakiki dan paling substansial- elementer, dalam sebuah negara demokrasi, seperti Indonesia, maka makna sesungguhnya pemilihan umum , adalah : saat melakukan evaluasi total oleh rakyat. Evaluasi itu ditujukan terhadap kelompok elite lokal atau nasional yang selama lima tahun sebelumnya diberikan kepercayaan untuk mengelola dan mengurus rakyat pada wilayah tertentu dari negara ( kota madya, kabupaten, propinsi ) dan juga rakyat serta negara secara keseluruhan.

Maka , hasil evaluasi ini, bagi petahana, apakah akan dipilih kembali untuk kesempatan kedua kali. Atau tidak layak untuk dipilih lagi, karena prestasi yang mengecewakan dan kegagalannya selama diberi kesempatan memimpin. Atau , bagi pendatang baru yang ikut kontestasi mencoba peruntungan untuk pertama kalinya, dilakukan uji kelayakan diri dan pengalaman serta penguasaan masalah pembangunan.

Tetapi, kata akhli hukum tatanegara, berkebangsaan Belanda, *Profesor Kranenburg ( 1880 - 1959 )*, yang penting bagi rakyat suatu negara itu adalah keadilan ekonomi yang merata dan seimbang serta tegaknya ketertiban hukum. ( Kranenburg, 1929 ).

Apabila, Kranenburg , terkesan begitu dominannya menekankan pada masalah hukum dan ekonomi, tapi inti hakikinya yang dia kemukakan itu adalah bermuara pada satu hal yang paling prinsip yang secara fitrah, adalah dambaan masyarakat manusia yang berhimpun dalam sebuah negara, adalah terwujudnya *keadilan hakiki* pada rakyat di suatu negara, yaitu keadilan hukum dan keadilan ekonomi.

Bertitik tolak dari asumsi dasar yang dikonstruksi oleh _*Kranenburg*_, itulah, maka boleh jadi, untuk masyarakat atau negara yang relatif sudah selesai urusan penegakkan dan implementasi hukumnya , maka , dalam suasana psikologis negara negara modern yang berorientasi kuat pada masyarakat pasca industrial, justru yang paling sensitif dan menjadi fokus sentral perhatian masyarakat nya adalah masalah ekonomi. Kecuali jika masalah penegakkan hukum dan implementasi hukum juga bermasalah, maka problem bangsa itu yang pokok dan krusial serta segera diatasi adalah masalah hukum dan ekonomi. Biasanya itulah issue sentral yang sangat pragmatis sifatnya untuk di carikan rumusan pemecahannya. Dan itulah thema pokok para kontestasi yang berlaga dalam pemilu, setelah selesai terlebih dahulu masalah trac record atau akhlak para kontestan.

Sehingga secara sederhana kualitas pemilu, idealnya sangat ditentukan oleh enam (6) pilar utama, yaitu : (1) aspek kontestan secara individual, menyangkut : budi pekerti atau bobot moral dalam sejarah hidupnya ( Trac record ), pengalamannya, serta pendidikannya, baik formal maupun informal ,(2) aspek kualitas dan ketepatan serta bobot usulan program kerja yang ditawarkan oleh kontestan, (3) aspek pemilihnya,yaitu kualitas pendidikan formal maupun informal, termasuk pengetahuan para pemilih, pengalaman serta independensi para pemilih, kecuali dia adalah terikat sebagai anggota partai tertentu, (4) aspek kualitas partai politik pendukung kontestan, idelogi partai, kepemimpinan partai politik pendukung serta manajemen partai, (5) aspek jaminan profesional dan penegakkan hukum serta aturan main yang sangat adil dan transparan yang jadi pegangan penyelenggara pemilu, (6) aspek yang menyangkut tidak adanya intervensi oleh siapapun atau oleh instansi apapun dalam penyelenggaraan pemilu. Konsekuensinya termasuk dalam pembiayaan pemilu, biaya untuk partai dalam berkampanye dan segala biaya untuk mendukung kegiatan kontestan, dijamin oleh negara. Ini dimaksudkan untuk menghindari adanya kooptasi dan hegemoni para pemilik modal dalam kegiatan pemilu.

Sebab masuknya kekuatan pemodal dalam politik, akan berdampak pada berbagai produk regulasi untuk pengelolaan kepentingan publik, sebab kegiatan pembuatan regulasi, terutama yang bernilai ekonomis , sangat potensial tersandera oleh kepentingan para pemodal , karena pemodal yang dulu menjadi sponsor finansial dalam kontestasi, kini berrgerak untuk mendapatkan rente pasca pilihan usai. yang kemudian dikenal dengan politik transaksional.

Sangat dirasakan, betapa berimpitnya persoalan pengejaran rente dalam ruang publik yang memanfaatkan kebijakan publik yang diproduksi kalangan elite kekuasaan , akhirnya tersandera oleh kepentingan pemilik modal yang berada di sektor swasta. Dan kemudian jika nasibnya sial, akhirnya baik pejabat maupun pemodal selalu berakhir dipenjara. Hal ini sesungguhnya karena adanya libido berburu rente oleh pemodal yang sudah ijon sebelumnya, dengan elite yang dimodali dalam pemenangan pilkadanya. Juga karena tidak semua kegiatan dalam pemilu atau pilkada di biaya i oleh negara. Inilah yang selalu berakhir tragis di penjara sebagai kasus korupsi. Keadaan ini, sesungguhnya menjadi bencana dan bahaya latent yang selalu mengintai dalam kultur politik transaksional saat ini.

Hampir dapat dipastikan, kegiatan pemilu dari waktu ke waktu , pasti berbeda kualitas dan bobotnya. Sedangkan kualitas hasil pemilu, berupa terpilihnya : Preseden,Wakil Preseden, Gubernur, Wakil Gubernur, Walikota, Wakil Walikota, Bupati, Wakil Bupati dan masing masing mitranya anggota DPD, DPRRI,DPRD Tingkat I, DPRD Tingkat II : ditentukan oleh enam hal fundamental tadi, sebagai syarat mutlaknya untuk menilai pemilu berkualitas atau kurang berkualitas atau tidak berkualitas sama sekali. Karena itu rumusnya : hasil pemilu sangat ditentukan oleh kualitas penyelenggaraan pemilu tersebut dan minimal enam syarat pemilu yang ideal.

Dapat dibayangkan, bahwa kualitas pemilu dari suatu waktu ke waktu yang lain pasti berbeda beda, sangat ditentukan oleh enam pilar utama syarat pemilu ideal tadi.

Akhirnya, dapat kita bayangkan bagaimana kualitas penyelenggaraan pemilu dan hasil pemilu, berupa kelompok elite masyarakat : kalangan eksekutif dan legislatif sesuai tingkatan jenjang pilihannya , yang yang akan terjadi di tahun tahun politik ini, semuanya dapat kita lihat sebagai cerminan tingkat perjalan peradaban riil Indonesia modern dalam masyarakat barunya, yaitu masyarakat era demokrasi, didalam model masyarakat yang post industrial atau pasca industrial dengan model ekonominya yang cenderung model neoliberalisme.

Kita membayangkan betapa idealnya makna pemilu sebagai wadah evaluasi total untuk elite yang pernah berkuasa dan sebagai fit and proper bagi calon elite yang akan berkuasa. Lalu hasil pemilu itu sebagai penguatan atau koreksi era pembangunan lima tahunan yang lalu dan rumusan program pembangunan untuk lima tahun kedepan. Tetapi juga betapa sangat riskannya pemilu itu berada dalam masyarakat ekonomi yang neoliberalisme yang tidak semua kegiatan para kontestan serta partai politik dalam memenangkan calonnya dibiayai negara. Sehingga tekanan dan ketergantungan pada para pemodal sangat tinggi, karena partai politik belum memiliki usaha atau badan usaha sendiri sebagai sektor mencari profit dan memupuk modal. apalagi pemilih juga belum sepenuhnya pemilih ideologis, sehingga faktor pragmatisme pemilih mendorong menjadi pemilih transaksional.

Jadi akhirnya, hasil pemilu, ditentukan oleh kualitas penyelenggaraan pemilu, dan peserta pemilu: baik kontestannya dan partai politik pendukungnya maupun pemilihnya. Karena itu, semua stakeholder pemilu,para kontestan yang ikut kontestasi dalam pemilu , para parpol sebagai pendukung, penyelenggara pemilu dan pengawas pemilu : bahwa ada yang amat sangat vital dan fundamental, yang harus disadari para terkait, yaitu bahwa :membangun bangsa dan negara ini bukan untuk sekarang dan hari ini saja, tapi untuk masa depan yang ratusan bahkan ribuan tahun kedepan. Karena itu, akan masih ada ratusan juta dan bahkan milyaran manusia Indonesia yang nanti akan hidup di Nusantara ini di masa depan, yaitu generasi berikutnya. Karena itu, jangan sia siakan pemilu ini agar dilaksanakan dengan kualitas sangat tinggi, sebaik mungkin dan kemudian menghasilkan elite yang terbaik untuk mendampingi rakyat demi keberlanjutan peradaban bangsa yang sungguh berkualitas kedepan. Wallahu alam bissawab .(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #pemilu  #pemilu-2019  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
IDUL FITRI 2024
advertisement
IDUL FITRI 2024 MOHAMAD HEKAL
advertisement
IDUL FITRI 2024 ABDUL WACHID
advertisement
IDUL FITRI 2024 AHMAD NAJIB
advertisement
IDUL FITRI 2024 ADIES KADIR
advertisement
Opini Lainnya
Opini

Kode Sri Mulyani dan Risma saat Sidang MK

Oleh Anthony Budiawan - Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies)
pada hari Kamis, 18 Apr 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Sri Mulyani (dan tiga menteri lainnya) dimintai keterangan oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 April yang lalu. Keterangan yang disampaikan Sri Mulyani banyak yang tidak ...
Opini

Tersirat, Hotman Paris Akui Perpanjangan Bansos Presiden Joko Widodo Melanggar Hukum: Gibran Dapat Didiskualifikasi?

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --1 April 2024, saya hadir di Mahkamah Konstitusi sebagai Ahli Ekonomi dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2024. Saya menyampaikan pendapat Ahli, bahwa: ...