JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam mengingatkan pemerintah dan Bank Indonesia agar siaga dengan perkembangan nilai tukar Rupiah saat ini.
"Rupiah sudah hampir menembus Rp 14.000 per dollar AS. Pemerintah dan BI seharusnya fokus bekerja memperkuat fundamen ekonomi agar dapat mengembalikan kepercayaan stakeholder terhadap perekonomian kita, bukan sekedar menyalahkan kondisi eksternal saja," kata Ecky saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/4/2018).
Ecky menjelaskan, pemerintah gagal mengoptimalkan investment grade yang diraih tahun 2017. Sebab, menurutnya, utang yang ditarik tidak menggerakan ekonomi.
"Kondisi global, khususnya kebijakan moneter AS tentu berpengaruh, tetapi perlu diingat, bahwa menurunnya kepercayaan stakeholders, pasar, investor dan publik pada Pemerintah menjadi penyebab. Adanya outflow dana juga terjadi karena ada ketidakpercayaan investor terhadap fundamental ekonomi kita," tuturnya.
"Misalkan risiko utang yang terus meningkat, serta pengelolaan fiskal yang tidak kredibel, yang tercermin dari shortfall pajak yang terus terjadi selama pemerintahan Pak Jokowi," tambahnya.
Politisi PKS ini juga menilai, pemerintah tidak berhasil memacu pertumbuhan sebagaimana yang dijanjikan saat kampanye dan diawal pemerintahan yaitu 7% pertahun.
"Kondisi ini diperparah banyaknya proyek yang bersifat turn key project. Kita tidak mendapatkan nilai lebih. Bahkan tenaga kerjanya pun didatangkan dari China. Selain itu defisit transaksi berjalan kita terus terjadi selama tiga bulan pertama 2018, yang ditambah defisit neraca perdagangan," paparnya.
"Aliran arus barang akibat skema turn key project tadi memperparah hal ini. Ini sebetulnya permasalahan struktural yang tidak cukup diatasi dengan kebijakan yang hanya bersifat menahan laju depresiasi sesaat," ujarnya.
Ecky juga menjelaskan, persoalan selanjutnya terletak pada cadangan devisa yang relatif rendah dibandingkan negara-negara lain. Padahal, cadangan devisa menjadi amunisi meredam gejolak di pasar.
"Yuan bergerak stabil karena cadangan devisanya kuat, jadi bisa menyerap gejolak yang datang dari berbagai bersumber. Melemahnya nilai tukar kurs ini patut diwaspadai, karena akan berdampak pada dua hal, pertama meningkatkan beban pembayaran utang pemerintah maupun swasta yang berdominasi dollar. Saat ini untuk utang pemerintah saja, ada sekitar USD 109 miliar yang memakai valas. Hal tersebut tentu akan membebani APBN," pungkasnya.(yn)