Opini
Oleh Iswandi Syaputra (Dosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) pada hari Jumat, 04 Mei 2018 - 21:35:47 WIB
Bagikan Berita ini :

Mendudukkan "Kode Gelang" di Car Free Day

61WhatsApp-Image-2018-05-03-at-17.01.17-771x380.jpeg.jpeg
Susi Ferawati mengenakan gelang saat CFD di Bundaran HI, Jakarta Pusat, Minggu (29/4). (Sumber foto : Ist)

Saat menjadi aktivis mahasiswa, saya termasuk beberapa kali ikut aksi demonstrasi. Yang paling dramatis, demo Golput tahun 1997 di Yogyakarta dan demo Edi Tansil tahun 1996 di Jakarta.

Pada demo Golput 1997, kening saya sempat merasakan popor senjata laras panjang aparat. Sedangkan aksi 1997, kami harus untel-untelan di dalam bis dari Yogyakarta menuju Jakarta.

Semua yang pernah terlibat aksi demonstrasi (bukan sekedar ikut) pasti paham "manajemen aksi". Salah satunya adalah menghindari penyusup dari luar yang masuk dan berbaur dengan massa aksi untuk melakukan provokasi.

Untuk itu, biasanya setiap peserta aksi diberi pita atau tali sebagai gelang atau ikat kepala atau kode khusus lainnya.

Aktivis senior yang biasa turun aksi demonstrasi biasanya juga punya naluri khusus untuk membedakan antara warga biasa yang menonton dan petugas intel yang menyamar.

Salah satunya dengan berpura-pura ramah sambil memegang pinggang orang yang diduga intel untuk mencari pistol atau HT (handy talky) yang diselipkan.

Yang paling sulit menemukan pola atau kode sebagai tanda sesama intel yang tidak saling kenal di lapangan untuk mengawasi aksi demonstrasi.

Dari seorang demonstran senior, saya dapat pelajaran mengenalinya. Antara lain misalnya menggunakan gelang yang sama, meletakkan pulpen di kancing baju yang sama, kera baju yang ditata terbalik yang sama, dll.

Intinya, untuk mengenali antara anggota sendiri (in group) dan orang lain (out group) di ruang terbuka, selalu ada pola atau kode yang digunakan.

Dengan modal pengetahuan seperti ini, memang tidak sulit membaca pola penggunaan gelang oleh pelaku dan korban intimidasi pada saat CFD (Car Free Day) Minggu lalu (29/4/2018) di Jakarta. Mengapa korban dan pelaku menggunakan gelang yang sama? Mungkin saja kebetulan…

Berebut Kebenaran

Dibutuhkan keahlian dan ketelitian tingkat tinggi bila ingin mempraktikkan konspirasi yang hendak digelar di ruang terbuka. Jika tidak cermat dan teliti, publik akan mudah menemukan polanya.

Sebab, cara berpikir publik seperti puzzle yang bekerja saling menstimulasi dan melengkapi. Kecenderungan ini tidak akan berhenti sebelum publik menemukan gambar utuh dari kepingan puzzle yang disusun.

Apalagi pada era media sosial saat ini, semua secara terbuka dapat dicari, dibicarakan, didukung atau dibantah.

Bila proses di media sosial tersebut kemudian terpolarisasi pada dua kelompok besar, maka kelompok yang paling mendekati fakta dan alur logika sistematis yang mendapat simpati publik yang netral lainnya.

Jika insiden intimidasi pada CFD tersebut benar bukan drama atau konspirasi, maka gelang yang dipakai oleh korban dan pelaku intimidasi adalah suatu kebetulan.

Sebaliknya, publik yang menganalisis gelang tersebut sebagai kode suatu kelompok, akan melakukan berbagai dramatisasi melalui berbagai kisah yang saling dikait-kaitkan. Saling keterkaitan tersebut mengarah pada upaya membantah penggunaan gelang tersebut sebagai suatu yang kebetulan.

Masih dalam alur berfikir “jika insiden intimidasi pada CFD tersebut benar bukan drama atau konspirasi”, maka ini pukulan telak ke ruang publik dari kelompok pengguna kaos #DiaSibukKerja terhadap kelompok pengguna kaos #2019GantiPresiden.

Orang yang lagi terpukul, pasti membutuhkan hiburan. Dan temuan adanya konspirasi dalam gelang sebagai kode untuk mengenali anggota kelompok (in group) merupakan hiburan yang memuaskan dan menenangkan bagi kelompok kaos #2019GantiPresiden.

Namun demikian, jika gelang yang dipakai oleh pelaku dan korban dalam insiden intimidasi pada CFD tersebut tidak benar, maka ini pukulan telak ke ruang publik dari kelompok pengguna kaos #2019GantiPresiden terhadap kelompok pengguna kaos #DiaSibukKerja

Dan dipastikan, kelompok pengguna kaos #DiaSibukKerja akan mencari-cari argumen baru. Salah satunya menyebut gelang tersebut berfungsi sebagai obat herbal, atau gelang dibeli di Tanah Suci, dan argumen lainnya.

Semua orang bisa memilikinya, karena gelang tersebut dijual bebas. Siapa saja yang menggunakan gelang serupa bisa dijadikan bahan olokan sebagai bagian dari anggota kelompok pengguna kaos #DiaSibukKerja Bayangkan jika ada seorang artis atau pejabat memakai gelang yang sama, dengan mudah dia dimasukkan dalam kelompok kaos #DiaSibukKerja

Pada tahap ini, kebenaran bukan lagi urusan fakta dan argumen. Kebenaran menjadi urusan opini dan buzzer. Siapa yang paling aktif beropini di media sosial tentang benar atau tidaknya gelang sebagai kode, maka di sanalah lahir kebenaran. Kebenaran bisa dibentuk oleh opini, emosi dan kecenderungan berafiliasi secara sosial dan politik.

Jika Anda berada pada kubu kaos #DiaSibukKerja maka secara emosional Anda akan berpihak pada opini yang dikeluarkan kelompok kaos #DiaSibukKerja Demikian juga sebaliknya, jika Anda berada pada kubu kaos #2019GantiPresiden secara emosional Anda akan berpihak pada opini yang dikeluarkan kelompok kaos #2019GantiPresiden

Mana yang benar?

Bagaimana kemudian cara menilainya keduanya? Mana yang paling dekat dengan kebenaran dan dapat diterima oleh akal pikiran? Sekali lagi, memang butuh ketelitian dan kecermatan serta naluri yang terlatih untuk digunakan sebagai dasar untuk menilainya.

Film spionase dapat menjadi salah satu bahan untuk mengasah naluri tersebut. Film seperti Bourne (series) yang dibintangi Matt Damon, Taken (series) yang dibintangi Liam Neeson atau film The Bone Collector yang dibintangi Denzel Washington merupakan film yang dapat mengasah pikiran dan naluri memecahkan berbagai konspirasi.

Tapi dalam kasus gelang CFD, film Bodyguard from Beijing yang diperankan Jet Li menurut saya paling relevan. Terutama saat Jet Li harus menjaga klien-nya yang sedang berbelanja di sebuah mall tetapi diintai terus oleh sejumlah orang. Dengan cepat Jet Li menemukan pulpen sebagai kode orang yang menculik klien-nya. Semua orang tersebut menyelipkan dua pulpen di saku jas bagian dada. Inilah kode bagi pengintai yang sesama mereka juga aslinya tidak saling mengenal tapi dapat teridentifikasi dengan pulpen tersebut.

Lantas, bagaimana kita mengidentifikasi gelang CFD sebagai sebuah kode yang memuat tanda bagi satu kelompok dalam pihak yang sama?

Pertama, lihatlah pola keseragaman lainnya selain gelang yang sama. Mana disain kaos yang paling seragam di antara kaos yang bertuliskan #DiaSibukKerja atau #2019GantiPresiden? Jika disain kaosnya sama, ada kemungkinan aksinya adalah rekayasa, sebab asal kaos bersumber dari pihak yang sama.

Kedua, lihatlah juga anak-anak yang mengenakan kaos dalam aksi tersebut. Apakah kaos yang dikenakan anak-anak yang ikut aksi tersebut berukuran kebesaran? Jika kebesaran, ada kemungkinan diberi (bukan dibeli) secara gratis oleh pihak yang sama.

Ketiga, lihatlah juga anak-anak yang mengenakan kaos. Apakah mereka mengenakan gelang serupa semua? Jika, mereka mengenakan gelang serupa, hampir bisa dipastikan memang gelang sebagai kode untuk membaca tanda suatu anggota kelompok.
Simpel….(*)

TeropongKita adalah media warga. Setiap opini/berita di TeropongKita menjadi tanggung jawab Penulis

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...