Opini
Oleh Indra J Piliang (Ketua Dewan Pendiri Sang Gerilya Institute) pada hari Senin, 28 Mei 2018 - 11:29:04 WIB
Bagikan Berita ini :

Emakku dan Kenaikan Gaji Pensiunan

88indra-j-pilianf.jpg.jpg
Indra J Piliang (Sumber foto : Istimewa)

Serangan terjadi terhadap Presiden Jokowi yang dilakukan sejumlah elemen, baik politisi ataupun kalangan pengamat, tentang kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pensiunan ASN. Argumen yang acap disebut adalah datangnya tahun politik dan program yang dijadikan sebagai gula-gula politik (personal) Jokowi. Yang lebih parah lagi adalah bagian dari kampanye dini Jokowi untuk menaikkan elektabilitas.

Serangan itu sungguh tidak berakhlak dan sama sekali diluar nalar akademik. Tidak pernah ada survei cepat yang menyebut bahwa kenaikan gaji ASN bisa menaikkan elektabilitas seseorang. Apalagi, jumlah ASN hanya sekitar 4,2 Juta orang. Dalam beberapa tahun ini, jumlah itu berkurang, terutama akibat banyaknya yang pensiun. Sementara, pemerintah baru mengagendakan penambahan jumlah ASN baru tahun ini, yakni sekitar 200.000 orang.

Kenapa tidak berakhlak? Apa mau para kritikus itu gaji ASN dan pensiunan malah diturunin? Dengan penurunan itu, ada banyak uang yang bisa disimpan di bank, guna pembiayaan yang lain. Juga, apa kehendak mereka adalah sama sekali tidak ada pembayaran gaji ke-14? Darimana rumusnya?

Sepengetahuan saya, kenaikan gaji ASN (PNS) bukan tabiat satu rezim saja. Sudah ada perhitungan empiriknya dalam rezim-rezim lampau. Apapun bentuknya, setiap menghadapi Hari Raya Idul Fitri, pemerintah pasti memberikan insentif tambahan kepada ASN. Bisa jadi bukan dalam bentuk gaji, tetapi beragam bungkusan lain yang berisi terigu, gula pasir, kacang hijau, susu, atau biskuit dan minuman manis. Sebagai anak dari seorang ASN golongan rendah, dengan anak yang banyak, tentu otak saya mencatat setiap bentuk kepedulian pemerintah menjelang lebaran itu. Sudah tentu, “tampilan” keluarga ASN berbeda dengan penduduk lainnya, mengingat sebaran kebaikan setiap presiden itu.

Lagipula, dana sekitar Rp 36 Trilyun yang dihgelontorkan kepada ASN dan pensiunan itu juga kembali ke masyarakat. Bukan buat membeli kuda atau berjudi di Sentausa Island, Singapura. Uang itu bakal berbalik dalam bentuk belanja jelang lebaran, membayar iuran televisi guna nonton politisi saling kelahi, atau membayar langganan koran. Yang lebih banyak adalah alokasi untuk acara-acara keagamaan: ziarah kubur, ta’jil untuk surau atau mesjid jelang berbuka puasa,zakat kepada anak yatim, atau bisa jadi membelikan cucu sepatu baru bagi nenek-nenek yang baru menerima jatah pensiun suaminya.

Alhamdulillah, Emak saya hari Sabtu kemaren bersemangat membersihkan rumah besar keluarga kami di tengah sawah Durian Kadok, Nagari Sikucur, Padang Pariaman. Rumah itu tak dihuni sejak ayahanda dan kakak laki-laki saya meninggal dunia. Saya baru saya menelepon Emak dan mengatakan akan segera pulang kampung. Mendengar saya hendak pulang kampung itu, dengan tujuan mengisi kolam ikan yang sudah saya bagi menjadi enam bagian dengan benih ikan lele, Emak saya berhasil memerintahkan adik-adik saya yang badannya besar-besar itu untuk membantunya. Kaki Emak memang sakit, sulit dibawa berjalan. Selain itu, rumah masa kecil kami itu terletak di area yang tak bisa dijangkau mobil, tapi bisa dilewati motor.

Nah, bagaimana bisa Emak saya memerintahkan adik-adik saya, tanpa bantuan saya sama sekali untuk mengirimkan pesan lewat WA Group Cucu-Cucu Gaek Ompoang? Saya yakin, kemampuan memerintah Emak kembali hebat itu, salah satunya muncul dari kenaikan gaji pensiunan almarhum ayahanda sy yang diterima oleh Emak. Adik-adik saya tahulah, kalau mereka disuruh Emak mengambil duit gajian di bank, pastilah ada "jatah preman" buat mrk. Walau semuanya sudah berkeluarga dan punya rumah masing-masing, kelakuan adik-adik saya masih seperti anak-anak ayam yang lebih senang memakan hasil kerja kaki induknya. Emak sayapun menikmati itu, karena hidupnya sudah tak lagi diabdikan kepada uang atau harta benda. Punya uang banyak juga buat apa, tak mungkin Emak saya membeli kerudung baru atau mengganti giginya dengan gigi emas. Kerudung pemberian anak-menantunya saja tak habis-habis di lemari. Gigi emas juga buat apa, karena ayahanda saya yang biasa meledek Emak sudah tenang di alam sana.

Nah, soal politik? Seinget saya, Emak tidak paham politik. Benar, saya belajar teori voting behaviour. Tidak ada diajarkan dalam teori itu bahwa seorang ibu akan dengan mudah dipengaruhi oleh seorang presiden. Kebanyakan ibu-ibu itu bisa dipengaruhi oleh anak-anaknya yang paling dekat, bukan yang paling bungsu atau yang paling tua. Emak saya, siapa yang mempengaruhi? Saya dan kakak saya berbeda partai, satu Partai Golkar, satu lagi Partai Keadilan Sejahtera. Kalau saya dan kakak saya sudah mengkampanyekan partai sendiri di WA Group Cucu-Cucu Gaek Ompoang, biasanya ponakan-ponakan kami atau sepupu-sepupu kami pasti memanggil ayah-ibunya masing-masing. Lah, saya seperti Tom & Jerry dengan kakak saya. Dia anti Tenaga Kerja Asing, misalnya, sementara saya lagi butuh tukang untuk menyelesaikan pekerjaan di kolam ikan saya.

Anak-anak Emak berbeda-beda partai, malah menguntungkannya. Biasanya suara Emak bukan tergantung Presiden atau Ketua Umum Partai, tapi seberapa pintar anak-anaknya yang berbeda pilihan ini mempengaruhinya. Emak dengan terkekeh minta disogok, agar menjatuhkan satu suara ringkihnya. Dalam sebagian besar pemilu itu, saya memenangkan suara Emak. Kenapa? Saya rajin memberikan “serangan fajar” untuk Emak, plus serangan malam, serangan siang, dan beragam serangan lainnya. Kebutuhan Emak saya, ya, pulsa teleon yang cepat habis karena ponselnya dipakai cucu-cucunya. Kalau pulsa sudah habis, segeralah kirim. Dan tunggu, tanggal 17 April 2019 nanti Emak sudah pasti memberikan suaranya.(*)

Disclaimer : Rubrik Opini adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan teropongsenayan.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi teropongsenayan.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

tag: #jokowi  #pns  
Bagikan Berita ini :
Advertisement
Leap Telkom Digital
advertisement
AMIN BANNER 01
advertisement
AMIN BANNER 02
advertisement
AMIN BANNER 03
advertisement
AMIN BANNER 04
advertisement
AMIN BANNER 06
advertisement
AMIN BANNER 08
advertisement
Opini Lainnya
Opini

In Prabowo We Trust" dan Nasib Bangsa Ke Depan

Oleh Syahganda Nainggolan
pada hari Kamis, 28 Mar 2024
JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Susilo Bambang Yudhoyono dalam pidatonya kemarin di acara berbuka puasa bersama, "Partai Demokrat bersama Presiden Terpilih", tanpa Gibran hadir, kemarin, ...
Opini

MK Segera saja Bertaubat, Bela Rakyat atau Bubar jalan

JAKARTA (TEROPONGSENAYAN) --Mahkamah Konstitusi (MK) segera bertaubat. Mumpung ini bulan Ramadhan. Segera mensucikan diri dari putusan-putusan nya yang menciderai keadilan masyarakat.  Di ...