JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Program deradikalisasi yang dijalankan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) jangan diarahkan pada para ulama dan kampus-kampus yang belum teridentifikasi.
Hal itu diutarakan Anggota Komisi III DPR RI Sarifuddin Sudding. Menurutnya, deradikalisasi sebaiknya diarahkan pada jaringan terorisme yang sudah dipetakan sendiri oleh BNPT.
Sudding mengutarakan, setidaknya ada delapan organisasi radikal di Indonesia yang harus diwaspadai, di antaranya Jamaah Ansarud Tauhid, Jamaah Ansarud Daulah, Mujahidin Indonesia Timur.
"Ketika sudah ada pemetaan, program deradikalisasi sangat mudah dilakukan. Tinggal bagaimana memasukkan paham deradikalisasi kepada mereka yang sudah terindentifikasi. Jangan justru diarahkan kepada ulama dan kampus-kampus yang belum tentu ada kegiatan radikalisasi," kata Sudding saat dihubungi di Jakarta, Kamis (31/5/2018).
Sebelumnya, Kepala BNPT Suhardi Alius di hadapan Komisi III menyatakan sudah memetakan seluruh jaringan terorisme di tanah air.
Menurut Suding, sebaiknya pada jaringan yang sudah dipetakan itu saja deradikalisasi dilakukan, sehingga tidak kecolongan lagi seperti teror bom di Surabaya, Jawa Timur.
Dia juga menyayangkan BNPT yang dalam paparannya mengaku sudah berkoordinasi dengan 36 kementerian dan lembaga, ternyata semuanya tidak berjalan efektif.
"Koordinasi ternyata tidak berjalan efektif, sehingga kejadian terorisme saat ini, setidaknya ada delapan kejadian di 2018 ini, sungguh sangat memprihatinkan. Ini harus jadi pembelajaran yang sangat berharga dan tidak terulang kembali," tuturnya.
Pada bagian lain, Politisi Hanura ini juga menyerukan agar kegiatan Siskamling diaktifkan kembali di tengah masyarakat untuk mendeteksi dini aksi teror yang akan terjadi. Pelibatan masyarakat dalam pencegahan sangat penting.
"Dengan Siskamling, masyarakat bisa mengetahui siapa saja yang masuk ke daerahnya. Saya kira ini bisa membawa dampak positif untuk meminimalisir kejadian teror seperti saat ini," pungkasnya.(yn)