JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Ketua DPR RI Bambang Soesatyo meminta para elite dan tokoh masyarakat tidak membuat pernyataan yang dapat menyesatkan pemahaman publik maupun ucapan yang bertendesi mengejek negara dan bangsanya sendiri.
"Seperti banyak negara lain, Indonesia memang masih menghadapi sejumlah persoalan. Namun, tidak selayaknya semua persoalan itu didramatisir sedemikian rupalayaknya Indonesia sedang menghadapi krisis multidimensi," kata pria yang sering disapa Bamsoet itu melalui keterangan pers yang diterima TeropongSenayan, Senin (6/8/2018).
Menurutnya, tidak benar jika ada yang mengatakan Indonesia sebagai bangsa yang bodoh. Pun salah besar jika ada yang mengatakan Indonesia dalam kondisi kritis. Jangan begitu saja percaya jika ada yang mengatakan hampir 50 persen jumlah penduduk Indonesia terperangkap dalam kemiskinan.
"Esensi pernyataan-pernyataan itu tidak benar dan cenderung menyesatkan pemahaman masyarakat akan kondisi riel bangsa dan negara dewasa ini. Pernyataan-pernyataan itu cenderung menyesatkan karena tidak didukung data kekinian yang bersumber dari institusi negara," ujar politikus Partai Golkar itu.
Laniutnya, benar bahwa Indonesia masih dan terus menghadapi sejumlah persoalan. Dirinya pun tidak menutup mata terhadap fakta tentang depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Pun tak perlu dibantah bahwa utang luar negeri (ULN) bertambah.
Selain itu, masih ada warga yang hidup berselimut kemiskinan.Jutaan angkatan kerja masih berstatus pengangguran terbuka. Harga kebutuhan pokok fluktuatif karena ulah spekulan. Korupsi pun masih marak. Itulah antara lain ragam persoalan terkini yang dihadapi Indonesia.
"Tidak berarti ragam persoalan klasik itu mencerminkan Indonesia sebagai bangsa yang bodoh atau sakit. Pun, semua persoalan itu tidak menyebabkan negara ini dalam kondisi kritis sehingga diasumsikan hampir 50 persen dari total penduduk terperangkap dalam kemiskinan," katanya.
Lanujutnya, dramatisasi atas ragam persoalan itu berpotensi menyesatkan pemahaman masyarakat atas kondisi riel Indonesia dewasa ini. Sangat disayangkan karena dramatisasi persoalan itu justru digemakan oleh mereka yang berstatus elit atau tokoh masyarakat.
"Pemerintah butuh kritik. Namun, kritik atau kecaman kepada pemerintah hendaknya didukung data yang akurat dan fokus pada persoalan atau kebijakan. Kritik dengan data yang akurat dan fokus pada kebijakan akan memudahkan masyarakat memahami persoalan," katanya.(yn)