JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Relawan menyebutkan sejumlah rumah adat yang berbahankan kayu di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat, masih kokoh berdiri meski diguncang gempa tektonik 7 Skala Richter (SR).
Seperti rumah adat di Senaru dan Batu Layar, kata relawan Yayasan Lingkungan Tanpa Batas Indonesia yang diketuai Sri Mulyani, Indriyatno di Jakarta, Sabtu (18/8/2018) malam.
Dosen Prodi Kehutanan Universitas Mataram menambahkan masyarakat Lombok itu memiliki kearifan budaya lokal ketika hidup di sekitar "ring of fire". Namun hanya modernisasi membuat perubahan bentuk dan bahan rumah.
"Walaupun hidup di daerah bencana (rumah adat), mereka cukup dapat beradaptasi awalnya," katanya.
Justru, kata dia, relawan dari Belgia yang menyadarkan pentingnya rumah ekologi di daerah rawan bencana.
Terkait dengan biaya pembangunan rumah kayu itu, kata dia, jika dikombinasi dengan bambu, biayanya bisa lebih murah.
Ia memperkirakan biaya rumah kayu memakan biaya sekitar Rp30 juta sampai Rp40 juta.
"Apalagi kalau pengerjaannya bergotong royong. Bisa untuk menata kampung sekaligus untuk tujuan destinasi wisata," katanya.
Kendati demikian, dirinya akan berkonsultasi dengan arsitek, yang mungkin lebih mengetahui besaran biayanya.
Bahkan relawan dari Belgia, ingin dibuatkan contoh rumah bambu di Senaru atau di Sembalun dalam waktu dekat untuk masyarakat di daerah tersebut.
Rumah adat yang bertahan dari gempa tektonik itu, seperti Masjid Kuno Bayan dan Kampung Adat Bayan Timur dan Barat yang sama sekali tidak rusak terkena guncangan gempa. (plt/ant)