JAKARTA (TEROPONGSENAYAN)--Wakil Ketua DPR Fadli Zon menaggapi permintaan Presiden Joko Widodo agar TNI/Polri ikut mensosialisasikan kinerja pemerintah ke masyarakat.
“Permintaan Presiden Joko Widodo di depan anggota TNI/Pori untuk mensosialisasikan kinerja pemerintah, jelas pernyataan yang sangat berbahaya. Sangat politis. Tidak proporsional. Seharusnya Presiden sensitif, pernyataannya tersebut tak hanya akan mencederai proses pemilu, tapi bisa merobohkan demokrasi. Ada dua alasan mendasar yang saya garis bawahi," kata Fadli Zon kepada TeropongSenayan, Jumat (24/8/2018).
Menurutnya, permintaan Joko Widodo tersebut melanggar aturan. Pertama, permintaan Presiden tersebut bertentangan dengan UU TNI/Polri. Di dalam UU TNI No. 34/2004, Pasal 39 Ayat 2, menyebutkan bahwa “Prajurit dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis”.
Sementara UU Polri Nomor 2/2002, Pasal 28 Ayat 1, menyebutkan Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.
Larangan ini juga dipertegas kembali dalam pasal 67 PKPU No.23 tahun 2018, tentang Kampanye Pemilihan Umum.TNI dan Polri dilarang melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu. Jadi, regulasi yang menjaga netralitas TNI/Polri, sudah sangat kuat.
“Selain dilarang UU, yang juga penting dicatat, mensosialisasikan kinerja pemerintah, jelas bukan bagian tugas TNI/Polri. Anggota TNI/Polri tidak dipersiapkan khusus menjalankan tugas tersebut. Menurut UU, tugas pokok TNI ada tiga, yaitu; menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan," jelasnya.
“Begitupun di dalam UU Polri No.2 Tahun 2002 pasal 13. Tugas pokok Polri adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum; dan memberikan perlindungan kepada masyarakat," lanjutnya.
Alasan kedua, kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu adalah permintaan Presiden kepada anggota TNI/Polri jelas sangat politis. Sebab, yang menyampaikannya adalah Presiden yang pada saat bersamaan juga berstatus sebagai bakal calon presiden.
Semestinya, Presiden harus semakin menegaskan jaminan netralitas TNI dan Polri di tahun pemilu ini. Bukan justru menarik-narik TNI/Polri ke politik praktis. Ini sama saja mengajak anggota TNI/Polri menjadi tidak profesional.
“Karena itu, saya meminta semua pihak, termasuk Presiden Jokowi yang sedang berstatus sebagai bakal calon presiden, untuk berhati-hati. Jangan menarik TNI/Polri kembali dalam politik praktis. TNI/Polri harus tetap menjaga netralitasnya. Sebab politik TNI dan Polri adalah politik kebangsaan. Politik yang berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara. Bukan politik kepada orang-perorang, apalagi kepada bakal calon presiden. Presiden harus meralat pernyataannya dan TNI/Polri harus tetap netral dalam pemilu dan pilpres," tandasnya.(yn)